Rayendra merupakan ketua Sintang Fishing Club, komunitas yang tidak hanya sekadar menyalurkan hobi memancing, tapi juga sebagai pengawas perikanan di Kabupaten Sintang. Komunitas yang mengawasi aktivitas penangkapan ikan air tawar, sekaligus juga menggerakkan masyarakat untuk menjaga habitat ikan tetap lestari. Kawasan lahan basah di Danau Semetung merupakan salah satu habitat yang baik untuk perkembangbiakan ikan air tawar di Desa Nanga Ketungau, Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Kawasan danau dengan luas 163 hektar hasil pemetaan partisipatif masyarakat ini dikelilingi hutan Semetung sebagai ‘bufferzone’ yang menjadi benteng akhir ekosistem di Danau Semetung. Selain itu, kawasan hutan Semetung yang mengelilingi Danau Semetung terhubung dengan Mungguk Kresik di Desa Jaung, kawasan hutan adat seluas 6 hektar yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati. Kawasan yang menjadi keberlanjutan siklus ekosistem dan habitat aneka satwa, salah satunya orangutan. Kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi dan berpotensi ekowisata yang unik.
Perjalanan kami menyusuri danau pagi itu ditemani oleh Rayendra dan Petrus David, Kepala Desa Nanga Ketungau. Danau Semetung berjarak tempuh sekitar 15 menit dari Desa Nanga Ketungau, atau 2 jam dari kota Sintang menyusuri ke arah hulu Sungai Kapuas. Potensi ikan air tawar yang berasal dari Danau Semetung merupakan salah satu yang menjadi sumber ketersediaan ikan air tawar di kota Sintang, hingga Pontianak.
Demi tetap tersedianya keberadaan ikan di Danau Semetung, Usman bersama kelompok nelayan pun tak hanya sekadar menangkap ikan saja. Bekerja sama dengan Sintang Fishing Club dan Semetung Hijau, masyarakat nelayan dengan penuh kesadaran memproteksi dan menetapkan Danau Semetung menjadi kawasan lindung dan kawasan konservasi yang berbasis masyarakat melalui peraturan pemerintah desa. Semetung Hijau merupakan lembaga lokal yang dibentuk masyarakat untuk memperkuat kegiatan konservasi di desa mereka.
“Masyarakat ingin mengembalikan wilayah Danau Semetung sebagaimana bentuk aslinya dulu. Kondisi yang ada saat ini jauh berbeda dengan sebelumnya, salah satunya karena kelalaian dan ketidakmengertian masyarakat,” kata Harman, ketua lembaga Semetung Hijau saat ditemui di kediamannya.
Sejauh ini, usaha yang sudah dilakukan melalui pemetaan partisipatif. Pemetaan kawasan yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat, lanjut Harman, dimaksudkan untuk mengetahui luasan kawasan Danau Semetung. Selain itu, dalam pemetaan juga ditentukan kawasan-kawasan yang akan direstorasi atau dikembalikan wujudnya seperti sediakala. Dalam menjalankan program, Semetung Hijau tidak sendirian. Selain kelompok nelayan, WWF-Indonesia program Kalimantan Barat dan Sintang Fishing Club secara intensif mendampingi kegiatan demi kegiatan konservasi masyarakat.
“Paling tidak, kondisi hutan di sekitar danau bisa tetap terjaga sehingga danau bisa menjadi rumah tempat ikan berkembang biak. Orangutan pun bisa turun minum mengkonsumsi air Danau Semetung. Masyarakat berharap dengan konservasi dan mengembalikan fungsi kawasan, manfaat demi manfaat akan masih bisa diikmati oleh generasi ke generasi berikutnya,” ujar Harman.
Ancaman dan Tantangan
Kegiatan konservasi berbasis masyarakat demi terjaganya keaslian kawasan hutan Semetung dan ketersediaan ikan air tawar di danau dilandasi beberapa faktor, di antaranya ancaman ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan aktivitas penambangan emas ilegal. Belum lagi ancaman kebakaran lahan yang terjadi hampir setiap tahun di musim kemarau. Penetapan dan penguatan status kawasan konservasi menjadi sangat penting demi tetap terjaga kelestariannya.
Upaya menjaga kawasan Danau Semetung karena danau ini dinilai memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, seperti kawasan hutan lindung, kawasan resapan air dan kawasan bergambut. Potensi ekowisata pun secara tidak langsung melekat dalam status kawasan.
Rayendra menambahkan, Danau Semetung merupakan primadona ikan air tawar di Kabupaten Sintang. Organisasi yang dipimpinnya itu pun tak hanya sekadar memancing untuk menyalurkan hobi, tetapi juga melakukan kegiatan pendampingan masyarakat dan konservasi kawasan. Bahkan, SFC berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis ikan yang ada di kawasan Danau Semetung. “Kita memancing tidak hanya sekadar memancing. Tetapi juga ikut menjaga kawasan yang menjadi spot memancing. Kita juga mencoba menyadarkan masyarakat untuk turut serta dalam menjaga kawasan yang ada,” kata Indra.
Indra yang juga koordinator pengawas perikanan di Kalimantan Barat ini menyayangkan masih adanya aktivitas penambangan emas ilegal di Sungai Kapuas dan beberapa kawasan danau yang menjadi lokasi memancing. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan ekosistem di kawasan danau. Kandungan merkuri dan limbah dari hasil penambangan dikhawatirkan merusak habitat dan mencemari kawasan. “Tantangan kita saat ini mencoba melakukan pendekatan kepada masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan di sekitar kawasan danau. Perlahan tapi pasti kami yakin masyarakat akan semakin sadar dalam menjaga kawasan danau,” kata Indra.
“Selain itu, pendampingan dalam upaya perbaikan kualitas kawasan danau, termasuk restorasi dan restocking benih ikan, dan memperkuat status kawasan ICCAs lewat RTRW Kabupaten Sintang,” kata Dedi.
Selain ikan yang ada di danau, di dalam kawasan hutan Semetung juga terdapat beberapa satwa yang masih bisa ditemui, di antaranya rusa, babi hutan, landak, trenggiling, kancil, dan beberapa jenis burung. Danau Semetung merupakan ekosistem asli yang memiliki keunggulan dan kekayaan secara keanekaragaman hayati. Selain itu kawasan danau juga memiliki nilai sejarah, budaya dan tradisi yang tinggi sehingga masyarakat mencoba kembali melindunginya secara efektif melalui hukum adat dan peraturan tradisional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.