JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) kesulitan dalam mencatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) lewat jalur darat dan laut. Hal itu disampaikan oleh Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo.
"Kesulitannya, masalah geografis Indonesia. Dari sisi pendataan di (wilayah) perbatasan terpencil. Yang masalah itu darat dan laut. Karena ini negara kepulauan jadi banyak pintunya," kata Sasmito saat ditemui wartawan di Kantor BPS, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Menurutnya, keterbatasan personel petugas dan juga anggaran yang diperlukan ke daerah-daerah perbatasan seperti di Papua.
Menurutnya, petugas BPS juga memiliki cakupan kerja yang luas di luar bidang pariwisata.
(BACA: FWI di Aruk Dihadiri 6.137 Wisatawan Malaysia)
"Seandainya anggarannya ada, kita pakai petugas outsourcing untuk tinggal di perbatasan. Kita gak mungkin kerjakan (data statistik) semuanya," jelasnya.
Sementara itu, untuk jalur udara, lanjut Sasmito, BPS tak mengalami kesulitan untuk mendapatkan data wisman. Ia mengatakan pihaknya bisa dengan mudah mendapatkan melalui data online imigrasi.
(BACA: Seperti Apa Cara Pencatatan Wisman Lintas Batas dengan Data Roaming?)
BPS, Kementerian Pariwisata, dan Telkomsel telah bekerja sama untuk mengatasi kesulitan mendata kunjungan wisman lewat darat dan laut di wilayah perbatasan.
Metode yang digunakan adalah Big Data Roaming Seluler di 19 kabupaten di Indonesia.
Adapun penggunaan Big Data Roaming Seluler digunakan pada 19 kabupaten yang tak memiliki Pos Lintas Batas dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kabupaten tersebut adalah Natuna (Kepulauan Riau), Sanggau (Kalimantan Barat), Malaka (Nusa Tenggara Timur), Bengkayang (Kalimantan Barat), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), Pelalawan (Riau), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Rokan Hilir (Riau), Indragiri Hilir (Riau).