Ia merupakan petani yang tinggal di pinggir Sungai Citarum, daerah Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Memang, ia terkesan tidak berperan apa-apa dalam perjuangan kemerdekaan. Namun, rumah Babah Djiaw menjadi tempat persinggahan Soekarno dan Hatta.
Peristiwa yang kini dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta yang dilakukan oleh pemuda kelompok Menteng 31, 16 Agustus 1945.
Kedua tokoh ini dibawa ke markas tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Rengasdengklok.
Setelah memperoleh kesepakatan, kedua tokoh ini dibawa ke wilayah yang agak jauh dari rumah warga. Di sinilah Babah Djiauw berperan.
Alasan pemilihan rumah Djiauw Kie Siong
Menurut Sejarawan Rushdy Hoesein, rumah Djiauw Kie Siong hanya kebetulan dipilih sebagai tempat singgah Bung Karno.
Hal ini karena kondisi rumah yang tidak mencolok. Awalnya, Soekarno dan Hatta akan berkumpul di markas PETA.
Namun, markas ini tampak mencolok. Sementara rumah Djiauw Kie Siong tertutupi tanaman rimbun.
Bagian depan rumahnya dipindahkan ke wilayah Kali Jaya pada tahun 1957. Sebelumnya, rumah ini berada di pinggiran Sungai Citarum.
Rumah dipindahkan ke lokasi berjarak 150 meter dari tempat aslinya di Kampung Bojong. Hal ini untuk menghindari abrasi sungai.
Babah Djiauw wafat tahun 1964. Kamar tempat Soekarno dan Hatta singgah masih terjaga dengan baik.
Namun kasur yang digunakan Soekarno saat itu sudah dipindahkan ke Museum Tentara di Bandung.
Pemindahan ini atas perintah Mayjen Ibrahim Adjie yang saat itu menjabat Panglima Divisi Siliwangi.
Sementara markas PETA sendiri sudah dibongkar. Di lahan itu dibangun Monumen Kebulatan Tekad.
"Ini dibangun tahun 50-an, seharga 17.500 rupiah," ujar Idris pemandu lokal dalam sebuah kunjungan Kompas.com pada Kamis (3/9/2015).
https://travel.kompas.com/read/2015/09/05/160108627/saksi-bisu-teks-proklamasi-di-rengasdengklok