Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Semalam di Kota Nagasari

Di sampingnya, seorang anak duduk bersantai. Matanya awas menunggu pengguna jalan singgah ke lokasi itu. Itulah Nanda, si penjual nagasari dan penganan khas Kabupaten Bireuen, Aceh.

Mobil yang kami tumpangi menepi, datang dari arah Banda Aceh menuju Medan. Begitu tiba di Kota Bireueun, mobil melambat dan berhenti tepat di depan Nanda. Senyumnya sumringah sembari bangun dari tempat duduknya. Menyambut penumpang satu per satu. Sang adik pun, mengikuti hal yang sama.

“Silakan dipilih, nagasari masih ada. Ini dibuat sore tadi,” katanya berpromosi.

Tak lama, penumpang lalu menanyakan ukuran kotak kue yang diletakkan rapi di dekat penyimpanan lepat nagasari itu.

“Harganya sebungkus Rp 1.000. Kami menyediakan kotak dari 10 bungkus hingga 20 bungkus per kotak. Namun, kalau beli dalam jumlah besar juga bisa kok," katanya.

Ya, salah satu ikon kota itu ya lepat nagasari. Tak diketahui pasti sejak kapan pedagang di kota itu memulai berjualan lepat nan lembut itu.

Dalam sehari, keluarga Nanda membuat 1.000 bungkus lepat itu. Dibungkus dengan daun pisang. Jumlah itu akan habis terjual sekitar pukul 23.00 WIB. Jika pun tak habis, kata Nanda, maka mereka akan pulang ke rumah.

“Paling telat kami berjualan jam segitu. Kalau ndak laku pun ya pulang. Tapi umumnya laku terus,” katanya.

Pembeli, sambung Nanda, umumnya pengendara yang melintas dari Medan menuju ke Banda Aceh atau sebaliknya. Warga Bireuen sendiri, hanya belasan orang membeli lepat itu per hari. Sepanjang pinggir jalan kota itu, semua pedagang menyediakan lepat tersebut.

“Tentu kami sediakan keripik ubi dan pisang juga. Namun, kalau keripik kan di Sare, Aceh Besar juga sudah banyak penjualnya. Sekarang nagasari lebih menjanjikan. Kami juga menerima pesanan dalam jumlah besar,” katanya.

Cara membuat kue tradisional itu pun terbilang gampang. Ini pula, menurut Nanda yang memicu bertambahnya jumlah pedagang kue itu dari waktu ke waktu.

Lepat tradisional itu merupakan perpaduan antara tepung tapioka, tepung beras dan gula pasir. Lalu dicairkan dengan santan kelapa plus ditanak.

Meski pedagang terus bertambah, Nanda tetap optimis meraup untung dari penjualan kue itu. Baginya, nagasari bukan sekadar penganan dan mendapatkan laba, namun, nagasari turunan dari generasi ke generasi. Selain itu, terpenting lepat itu menjadi ciri khas daerah dengan julukan "Kota Juang" itu.

Rasa kue ini sungguh nikmat, lemak, berpadu sedikit manis gula plus pisang raja nan sungguh lezat itu. Jika anda melintasi kota ini, silakan singgah dan nikmati rasanya. Selamat mencoba.

https://travel.kompas.com/read/2017/10/21/072100227/semalam-di-kota-nagasari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke