Salah satu tempat yang KompasTravel sambangi ialah Bale Raos. Sebuah resto di lingkungan Keraton Yogyakarta, yang diberi mandat resmi untuk menyajikan resep-resep hidangan asli khas Keraton Yogyakarta.
Bangunan resto ini menggunakan desain joglo khas Jawa, dibalut ukiran ala keraton di tiang-tiangnya. Wisatawan pun diiringi alunan gending jawa, sepanjang santap makan.
Resto ini berdiri tahun 2004, oleh kerabat Keraton Yogyakarta KPGH Hadiwinoto. Ia memiliki visi melestarikan kuliner Keraton Yogyakarta agar tetap bisa dinikmati masyarakat.
Meski resto ini baru berusia 14 tahun, tetapi coba tengok menu makanannya. Berbagai menu khas warisan Keraton Yogyakarta di sini telah eksis sejak ratusan tahun lalu, bak sebuah harta karun yang terpendam.
Satu set lengkap peralatan makan formal tersaji di meja KompasTravel. Makan malam ala keraton dibuka oleh Selada Huzar, hidangan yang terpengaruh budaya kolonial ini kerap dihidangkan pada Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) VIII (bertakhta 1921-1939).
Hidangan pembuka ini terdiri dari wortel, timun, buncis, bawang merah, kentang goreng, dan putih telur. Disajikan dengan saus mayonnaise dengan parutan keju di atasnya.
Rasanya cukup unik, karena mayonnaise yang digunakan cukup manis. Namun berpadu dengan parutan keju yang asin, seakan melengkapi rasanya.
Mulut belum berhenti menyecap, sup timlo hangat pun menyusul untuk dilahap. Timlo memang jadi hidangan khas Yogyakarta, yang bisa kita temui di beberapa tempat. Tapi coba rasakan cita rasa sup jawa klasik ala keraton ini.
Hangatnya kuah jahe berpadu manis gurihnya kecap begitu kuat terasa di lidah. Isiannya pun lebih banyak dari biasa, mulai jamur kuping, daging ayam, bunga pisang, wortel, rolade telur, dan taburan keripik kentang.
“Timlo yang ini kesukaannya Sri Sultan HB X yang sekarang bertakhta,” ungkap Muhammad Toha, Supervisor Bale Raos yang menyapa seusai santap malam, Sabtu (10/3/2018).
Satu set hidangan utama yang disajikan kepada KompasTravel dan beberapa wartawan dari berbagai negara rombongan Yogyakarta Marriott Hotel pun tak lama tersaji. Satu setnya, beranggotakan nasi liwet teri, gurame lombok ijo, kicik daging sapi, sauted jamur kancing, dan buncis bawang putih.
Ada aroma yang menyesaki hidung, memompa liur, ternyata berasal dari daging yang bernama kicik daging sapi. Daging paha belakang sapi tenpa lemak itu rasanya begitu unik saat dilahap.
Rasak kiciknya, dominan manis dengan rasa gula merah yang ternyata dicampur santan saat proses pengolahannya. Terakhir dimarinasi dengan kecap manis yang membulatkan rasa.
Sedangkan hidangan lainnya cukup kuat rempahnya. Namun, bisa Anda temukan di tempat tradisional lain.
Toha mengatakan, walau bukan menu idola salah satu raja, tetapi set ini ternyata digemari banyak keluarga besar Keraton Yogyakarta.
Manuk Nom, dahi saya berkerut ketika melihat nama hidangan penutupnya, yang berarti burung muda.
Saat mendarat di atas meja, terlihat puding berbentuk burung. Namun sayapnya terdiri dari dua keping emping. Saat KompasTravel bedah, ternyata pudding tradisional ini berasal dari tape ketan hijau yang dicampur adukan telur.
Manis dan gurihnya berpadu dalam sesuap kelembutan pudding. Sayangnya keripik emping dirasa kurang padu dengan rasa manis hidangan penutup itu.
“Sri Sultan HB VII (1877-1921) dulu hidangan penutupnya ini, tapi pas Sri Sultan HB VIII justru malah minta jadi hidangan pembuka,” tutur Toha.
Resto Bale Raos ini berada di sisi selatan Keraton Yogyakarta, tepatnya di Jalan Magangan Kulon No.1, Desa Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta.
Hidangan di sini bisa dinikmati mulai pukul 10.00 hinga 22.00 WIB. Dengan harga hidangannya mulai Rp 15.000 untuk hidangan pembuka, dan Rp 50.000 untuk hidangan utamanya.
https://travel.kompas.com/read/2018/03/15/090700327/mencicip-rasa-hidangan-kesukaan-raja-raja-keraton-yogyakarta