Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tibo Rawut, Tradisi Unik Memasak Daging dengan Bambu

Sebelumnya, saya memperoleh informasi dari tua adat Suku Walan, Kornelis Sambi bahwa warga di kampungnya menyiapkan hidangan makan malam untuk Calon Bupati Manggarai Timur, Fransiskus Sarong dan Calon Wakil Bupati Manggarai Timur, Kasmir Don periode 2018-2023 bersama tim.

Mereka melaksanakan kampanye tertutup di Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT yang dimulai Sabtu (14/4/2018) di kampung Wuring, Desa Nanga Meze.

Hidangan Tibo Rawut menyambut kedatangan rombongan. Dari namanya saja saya semakin penasaran dengan informasi itu. Jujur saya ungkapkan bahwa saya pertama kali memperoleh informasi langka itu terkait menu hidangan yang hanya ada di wilayah Kecamatan Elar Selatan.

Nama hidangan itu membuat semua orang penasaran. Saya semakin penasaran dan tertarik untuk merasakan dan melihat proses masaknya.

Sayangnya, malam itu kami mengalami kendala yakni harus bertahan di tengah perjalanan karena kondisi jalan provinsi dari pertigaan Wukir sampai di simpang lima, Kecamatan Elar Selatan sangat buruk.

Salah satu kendaraan yang kami tumpangi rusak di tengah jalan. Berkali-kali diperbaiki, namun, tetap macet. Usaha dari sang sopir, Flori mengatasi kerusakan kendaraan itu belum membuahkan hasil.

Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi kerusakan kendaraan tersebut. Saat itu, John Nahas harus mengatasi kendaraan yang selalu macet itu dengan batang alang-alang yang dicabut di pinggir jalan.

Bahkan, di jalan mendaki, kendaraan itu tidak macet dan berjalan mulus sampai tiba di tempat tujuan dengan selamat.

Kisah perjalanan hari itu banyak peristiwa tak terduga dan diatasi dengan cara yang di luar kemampuan manusia.

Rasa penasaran untuk melihat proses masak tibo rawut tidak terwujud. Namun, setiba di rumah pensiunan guru, Aloysius Lalung di Runus, Desa Langgasai kami semua dalam kondisi lapar.

Akhirnya, saya secara terbuka menginformasikan kepada Siprianus Lalung bahwa kami sangat lapar. Seketika itu, Siprianus Lalung menginformasikan kepada keluarganya untuk menyediakan hidangan makan.

Sekitar jam 04.30 Wita, kaum perempuan di rumah itu menyiapkan hidangan makan. Nasi merah ditambah dengan satu menu yang pertama kali saya lihat yang dihidangkan di ruang tamu membuat saya dan rombongan semakin penasaran.

Bahkan, ada tiga menu yang disuguhkan tuan rumah. Dua menu itu pertama kami lihat kecuali nasi merah yang sering dijumpai di seluruh Manggarai Timur.

Biasanya insting seorang jurnalis ketika melihat hal-hal baru muncul pertanyaan dan menggali informasi terkait dengan menu yang pertama kali dilihat.

Lalung menjelaskan, tibo rawut adalah memasak daging babi dan sejenisnya dengan cara dibakar.

Ini merupakan sebuah tradisi warga Elar Selatan ketika dilangsungkan ritual adat dan upacara-upacara lainnya yang berhubungan dengan alam semesta, Sang Pencipta Kehidupan dan leluhur tak lepas dari tibo rawut.

Tibo rawut adalah cara memasak daging dengan cara dibakar. Daging babi atau sejenisnya dimasukkan ke dalam batang bambu muda, dicampur dengan daun ubi atau sejenisnya.
Bambu muda yang berisi daging di dalamnya dibakar. Selain itu ada rupang. Rupang adalah cara masak nasi yang dibungkus daun bambu muda.

Lalung menjelaskan, biasanya warga menghidangkan menu ini saat ritual dan upacara adat. Kali ini hidangan tibo rawut dan rupang dikhususkan bagi tamu yang berkunjung di Desa Langgasai dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.

Tibo Rawut dan Rupang, Hidangan Khas Elar Selatan

Saya pernah mendengar tentang nasi rupang beberapa tahun lalu ketika saya berkunjung ke rumah keluarga Suku Walan di Kampung Rajongkoe atau Nunur, Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba.

Saat itu hidangannya dari jagung muda yang dimasak. Jagung muda yang sudah dihaluskan dimasukkan dalam daun kakao muda, lalu diikat dengan tali dan dimasak.

Kali ini saya dan rombongan disuguhkan rupang dari nasi merah serta tibo rawut. Saat itu saya tidak sempat mengabadikannya dengan kamera dan handphone karena saya dan rombongan dalam keadaan lapar.

Setelah makan, kami  langsung tidur karena kami semua sangat lelah karena melintasi jalan yang penuh tantangan dan buruk.

Berkunjung ke Rumah Keluarga Tua Adat Suku Walan

Tua adat Suku Walan, Kornelis Sambi sempat bertemu di Kampung Mbapo, Desa Lembur beberapa tahun lalu. Rasa kekeluargaan sudah terpelihara dengan baik.

Setiba di rumahnya, saya bersama dengan rombongan lainnya disuguhkan minuman kopi pahit (pait) ditambah dengan pisang masak.

Sambil menikmati hidangan kopi pahit, saya menggali informasi tentang hidangan tibo rawut dan rupang. Lalu, Sambi menginformasi bahwa masih ada yang disimpan.

Setelah minum pahit, saya menuju ke dapur. Saya berjumpa dengan Mama Lusia Mbawa, istri dari Kornelis Sambi.

Mama Lusia Mbawa kepada KompasTravel, Minggu (15/4/2018) menjelaskan, hidangan tibo rawut dan rupang merupakan hidangan khas di warga Elar Selatan yang sudah diwariskan oleh leluhur.

Hidangan ini hanya khusus dilakukan saat ritual-ritual adat serta upacara-upacara adat yang berhubungan dengan menghormati alam semesta, leluhur dan Sang Pencipta Kehidupan.

Biasanya hal ini dilaksanakan saat ritual kewur uwi dan ritual pasca-panen padi di ladang.

"Semalam keluarga besar Suku Walan menghidangkan menu ini saat  menerima tatap muka dari Calon Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur, Frans Sarong-Kasmir Don. Keluarga menyediakan hidangan khusus kepada mereka sekaligus memperkenalkan hidangan khas dari warga Elar Selatan," katanya.

Warisan leluhur yang berhubungan dengan alam semesta dan Sang Pencipta Kehidupan terus terpelihara dengan baik di Kecamatan Elar Selatan.

Namun, kuliner langka, seperti nasi rupang dan tibo rawut dapat dirasakan saat-saat ritual adat dan upacara adat dilangsungkan.

Warga di kampung-kampung di Kecamatan Elar Selatan masih menjaga dengan baik warisan leluhur, khususnya makanan khas dari wilayah itu.

Tua adat Suku Walan, Kornelis Sambi menjelaskan, makanan khas warga Elar Selatan masih terpelihara dengan baik. Makanan khas itu selalu dilaksanakan saat ritual dan upacara adat dilangsungkan di seluruh kampung.

“Kami masih melaksanakan tradisi makan rupang dan tibo rawut saat ritual dan upacara adat. Setiap tahun warga di Elar Selatan memasak makanan rupang dan tibo rawut. Biasanya dalam kalender pertanian warga setempat dilaksanakan pada April sebelum panen padi ladang atau syukuran tahunan sesudah panen padi ladang," jelasnya.

Warga di seluruh Kecamatan Elar Selatan membuat tibo rawut ketika ada pesta kenduri dan pesta pernikahan dan juga saat ritual dan upacara adat yang berhubungan pertanian.

"Tradisi makan tibo rawut dan rupang dalam berbagai ritual dan upacara adat di seluruh Elar Selatan menjadi hidangan utama yang dilakukan warga setempat. Makan tibo rawut dan rupang akan terasa berbeda dengan menu lainnya. Semua bahannya dari alam dan ramah lingkungan," kata Eman Lalung.

https://travel.kompas.com/read/2018/05/05/141000327/tibo-rawut-tradisi-unik-memasak-daging-dengan-bambu

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke