Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Komodo Bersarang di Goa-goa Batu Pesisir Pantai Watu Payung Flores

Goa-goa dalam batu raksasa di kawasan hutan pesisir pantai itu menjadi tempat bersarang komodo flores. Biasanya warga dan nelayan setempat sering melihat komodo berjemur di pantai saat matahari terbit.

Jejak-jejak kaki di pasir di Pantai Watu Payung sering dilihat oleh warga setempat. Selain itu warga juga sering melihat binatang purba itu menyeberangi jalan negara Transutara Maumere-Labuan Bajo.

Setelah kita disuguhkan informasi penyebaran terbatas komodo flores dari Pulau Ontoloe dan kawasan barat dan Utara, selatan dari Pulau Flores, kini kita disegarkan kembali dengan informasi komodo flores yang hidup dan tinggal di kawasan hutan di Pota, Kecamatan Sambirampas, Manggarai Timur.

Beberapa tahun lalu, komodo flores yang hidup dan tinggal di kawasan itu ditangkap warga dan sempat dibawa ke Pantai Cepi Watu untuk dipromosikan oleh pemerintah setempat.

Namun, langkah itu menuai kritikan tajam dari berbagai kalangan dan pemerhati binatang langka itu sehingga akhirnya pemerintah setempat mengembalikannya ke habitat aslinya di kawasan Pota.

Informasi awal dari kehidupan naga purba di kawasan hutan Pota diperoleh dari warga setempat sehingga seorang peneliti binatang dari AS melakukan penelitian tentang keberadaan binatang itu. Terbukti bahwa komodo flores ada di kawasan hutan tersebut.

Almarhum Rofinus Kant, mantan jurnalis pernah mendampingi peneliti AS. Saat itu mereka memancing komodo dari persembunyian dengan daging kambing yang digantung di sebuah kayu di sekitar tempat persembunyian.

Alhasil, komodo itu keluar dari sarangnya dan makan daging kambing tersebut. Mulai saat itu, informasi keberadaan komodo flores di Pota tersebar luas.

Menelusuri informasi itu, para pemburu berita dari media nasional dan lokal sering mengadakan liputan khusus tentang keberadaan komodo flores di Pota.

Bahkan, beberapa tahun lalu, media massa pernah mengadakan field trip ke kawasan Pota untuk meliputan berbagai keunikan-keunikan alam semesta di kawasan itu, mulai dari pantai terpanjang Watu Payung sampai di Pantai Lok, Bukit Cinta Pota serta sejumlah obyek wisata yang unik di kawasan itu.

Selain pantai pasir putih, ada juga hamparan persawahan yang sangat luas di Pota, di mana media-media nasional dan lokal sudah berkali-kali mempublikasikan obyek wisata di kawasan itu.

Alhasil, agen-agen perjalanan wisata di Pulau Flores menjual paket perjalanana wisata ke kawasan Pota dan sekitarnya. Bahkan danau teratai terbesar kedua di dunia ada di Pota.

Berbagai informasi tentang keberadaan komodo flores di Pota, mulai dari hasil penelitian sampai pemberitaan di media direkam oleh Peneliti Komodo Survival Program (KSP) bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT untuk melakukan penelitian tentang keberadaan komodo flores di Pota.

Beberapa kali penelitian dilakukan tentang keberadaan dan penyebaran binatang langka ini dengan memasang kamera pengintai di beberapa tempat. Hasilnya membuktikan keberadaan komodo flores di kawasan tersebut.

Memutuskan Ekspedisi Komodo Flores

Beberapa tahun lalu, Lembaga Komodo Survival Program (KSP) yang khusus melakukan penelitian tentang sebaran binatang komodo, baik di Taman Nasional Komodo maupun di kawasan Pulau Flores memutuskan melaksanakan ekspedisi Komodo Flores di bagian utara.

Saat itu Kompas.com bersama dengan tim peneliti dari lembaga itu bersama dengan staf BBKSDA NTT berlayar dari Dermaga Labuan Bajo menuju ke pesisir utara Pulau Flores.
Saat itu para peneliti memasang kamera pengintai di sekitar Pulau Boleng, Manggarai Barat dan Pulau Longos, Kecamatan Macang Pacar, Manggarai Barat. Saat itu Kompas.com hanya sampai di Pulau Longos.

Selanjutnya hasil ekspedisi komodo flores di pesisir Utara Pulau Flores diinformasikan oleh Project Manager sekaligus Peneliti Lembaga Komodo Survival Program, Achmad Ariefiandy kepada Kompas.com, Senin (30/7/2018) tentang keberadaan komodo flores di Pota serta di kawasan lain di Pulau Flores.

Ini informasi yang mengembirakan bagi semua kalangan di Indonesia maupun internasional.

Ariefiandy menjelaskan, berbagai upaya penelitian tentang komodo flores sudah dilakukan lembaga ini untuk mengetahui sebaran terbatas komodo flores, tempat tinggal serta makanannya.

Dia meluruskan informasi sebelumnya bahwa di Pulau Ontoloe tidak hidup rusa melainkan burung kelelawar sebagai pakan dari komodo flores di Pulau Ontoloe, Riung, Kabupaten Ngada.

Komodo Dianggap Hama

Hasil penelitian dari Lembaga Komodo Survial Program sebagaimana diinformasikan melalui pesan whatsapp yang diterima Kompas.com, Senin (30/7/2018) bahwa kecenderungan masyarakat Flores yang mengganggap komodo sebagai hama, yang disebabkan karena mereka tidak menerima manfaat dari kehadiran komodo.

Kedua, kegiatan Lembaga Komodo Survival Program (KSP) di Flores Utara (Pota-Riung) selama dua tahun terakhir yang berupaya untuk meningkatkan kesadaran di Pota dan Riung, serta upata peningkatan kapasitas masyarakat melalui serangkaian pelatihan dan studi banding.

Ketiga, upaya penanganan konflik masyarakat dengan komodo yang disebabkan binatang itu memangsa hewan ternak, karena pakan asli komodo yakni rusa sudah hilang di pesisir utara Flores.

Keunikan komodo di Pulau Ontoloe yang bisa bertahan hidup dengan beralih memakan kelelawar karena di sana tidak ada rusa. Kelima, upaya pemberdayaan masyarakat dan pariwisata Pota-Riung untuk mendukung konservasi binatang komodo di kawasan itu.

Hasil Penelitian dari KSP tentang komodo flores menyimpulkan beberapa hal. Pertama, KSP telah berhasil mengidentifikasi keberadaan komodo dan memetakan distribusinya di Pulau Ontoloe dan di sepanjang pesisir pantai Kecamatan Sambirampas (Pota).

Kedua, tidak ditemukannya rusa sebagai mangsa utama komodo di Pota dan Ontoloe. Namun demikian, adanya koloni ribuan kelelawar yang hidup di Pulau Ontoloe kemungkinan menjadi mangsa alternatif di Pota dan Ontoloe.

Ketiga, konflik manusia dan komodo menurun pada 2017, sebagai hasil dari upaya mitigasi. Sebagai tambahan, serangan anjing kepada ternak lebih tinggi dibandingkan komodo. Keempat, ada perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap biawak komodo.

Kelima, pelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan kapasitas BBKSDA dalam program pengawasan hidupan liar telah diadakan.

Keenam, KSP telah mengadakan pelatihan bahasa Inggris, pemanduan, dan pembuatan patung kayu untuk warga lokal dalam meningkatkan kemampuan dan keterlibatan mereka dalam kegiatan wisata berkelanjutan.

Lembaga ini juga membuat rekomendasi yang diperuntukkan bagi semua pihak di Pemprov NTT serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Rekomendasi ini sebagai berikut. Pertama, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap populasi komodo di Pulau Ontoloe karena ada indikasi ancaman dan penurunan populasi.

Kedua, perlu dilakukan survei pemantauan populasi kelelawar di Pulau Ontoloe sebagai potensi pakan alternatif bagi populasi komodo di sana. Ketiga, mengadakan survei populasi komodo di area non-perlindungan Torong Padang, sebagai habitat komodo yang potensial.

Keenam,mendukung warga lokal yang sebelumnya sudah dilatih untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata dan juga memasarkan produk mereka. Selanjutnya membangun kolaborasi dengan Dinas Pariwisata Ngada dan Manggarai Timur dalam membangun Pusat Informasi Wisata dan Komodo di Riung dan Pota.

Ketujuh, mendukung kegiatan perlindungan di TWA 17 Pulau oleh BBKSDA NTT sebagai model pengelolaan area perlindungan. Kedelapan, mendukung kesepakatan peraturan lokal untuk perlindungan Torong Padang yang telah diakui sebagai tanah adat di Sambi Nasi.

https://travel.kompas.com/read/2018/08/11/161100827/komodo-bersarang-di-goa-goa-batu-pesisir-pantai-watu-payung-flores

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke