Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang Gunung Pangrango, Tempat Favorit Soe Hok-Gie Naik Gunung

Keindahan dan kekaguman Soe Hok-Gie tergambarkan lewat puisinya. Dalam puisinya, Soe Hok-Gie tercatat dua kali mengucapkan "Aku cinta padamu, Pangrango".

Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango, Jawa Barat memang seakan menyihir para penggemarnya tak terkecuali Soe Hok-Gie. Soe Hok-Gie kala itu bersama rekan-rekan anggota Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Prajnaparamitha Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI) seringkali menyambangi Lembah Mandalawangi. Dalam sejarahnya, nama Mapala Prajnaparamitha berubah menjadi Mapala UI.

"Aku datang kembali. Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu. Dan dalam dinginmu," ungkap Gie masih dalam puisinya.

"Lembah Mandalawangi memang tempat berlatih dan menempa diri buat Mapala UI, dan tempat bersejarah buat Mapala UI karena Gie dan buat saya pribadi karena dilantik jadi anggota Mapala UI di sana. Tak cuma latihan, tapi jalan-jalan santai buat keluarga besar Mapala UI juga di sana" kata Ade Wahyudi, mantan Ketua Mapala UI periode 2009-2010 kepada saya.

Dingin dan sepi. Ya, Lembah Mandalawangi memang tak seramai Lembah Suryakencana di Gunung Gede. Jarak tempuh ke Lembah Mandalawangi terbilang lebih sulit dan lebih jauh dibandingkan ke Lembah Suryakencana yaitu sekitar 13 kilometer bila ditempuh dari jalur pendakian Cibodas. Sementara, ke Lembah Suryakencana hanya sekitar 10 kilometer.

Di ujung "leher gunung" menuju puncak, pendaki dihadapkan dengan beberapa jalur berdinding tanah. Pijakan kaki juga hanya selebar kaki. Tak jarang, pendaki harus berjalan miring untuk melewati jalur pendakian menuju Puncak Gunung Pangrango.

Nah, Lembah Mandalawangi Lembah Mandalawangi terletak sekitar 100 meter dari Puncak Pangrango yang berada di ketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut. Lembah seluas sekitar 5 hektar ini merupakan satu dari dua padang bunga edelweis (Anaphalis javanica) di areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), selain Alun-alun Suryakencana di dekat Puncak Gunung Gede.

Lembah Mandalawangi memang bukan tempat untuk berkemah dalam skala besar. Lembah Suryakencana, jauh lebih luas dari Mandalawangi. Luasnya sekitar 50 hektar.

Namun, bagi saya yang juga anggota Mapala UI, Lembah Mandalawangi memang menawarkan keintiman dan kehikmatan tersendiri dalam mendaki gunung. Sudah berkali-kali mendaki Gunung Pangrango, saya sendiri selalu rindu dengan suasana Lembah Mandalawangi seperti yang digambarkan Soe Hok-Gie. Hingga saat ini, tak ada gunung lain yang mampu menggantikan keindahan dan keintiman Gunung Pangrango.

Tempat berlatih, jambore pencinta alam dan abu jasad Soe Hoe-Gie

Gunung Pangrango juga menjadi tempat berlatih organisasi pencinta alam tingkat skala universitas maupun sekolah menengah atas. Tak hanya Mapala UI, organisasi pencinta alam lain di Jakarta dan sekitarnya juga menjadikan Gunung Pangrango untuk menempa ilmu mendaki gunung. Faktor kemudahan akses merupakan salah satunya.

"Karena memang mayoritas/sebagian besar latihan Mapala di mana dan lokasi yang tak jauh dari kampus UI di Jakarta/Depok," kata laki-laki yang akrab disapa Dewe.

Mereka akan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama di Mandalawangi. Mereka juga saling memperkenalkan asal usul baju adat daerah yang dikenakan.

Dari era 1970-1990an, Lembah Mandalawangi juga jadi tempat penyelenggaraan Jambore Mapala UI dan dihadiri para pendaki gunung lain. Mereka biasanya menginap di Lembah Mandalawangi dan melakukan pengibaran bendera Merah Putih pada setiap tanggal 17 Agustus.

"Itu upacara 17 Agustus. Bukan hanya anak-anak Mapala UI, ada anak SMA. Ada mahasiswa-mahasiswa dari fakultas UI lainnya. Ada yang pakai baju adat nyanyi lagu Indonesia Raya. Seringnya jambore memang di Suryakencana karena jalurnya lebih gampang seperti Gunung Putri," kisah Wisnubrata, anggota Mapala UI era 1970-an.

Mantan wartawan Harian Kompas, Jimmy S. Harianto dalam tulisannya di buku Soe Hok-Gie: Sekali Lagi menulis abu jasad Soe Hok-Gie ditabur di Lembah Mandalawangi. Abu jasad Soe Hok-Gie diantar ke Lembah Mandalawangi oleh 35 orang pendaki yang berasal dari Jakarta, Bogor, dan Bandung termasuk Jimmy.

"Satu-satu, telapak tangan itu diisi dengan abu tulang Soe yang putih kecoklat-coklatan dan abu-abu. Setelah di atasnya ditaburi bunga, abu ditaburkan ke segala penjuru lembah ke arah yang mereka suka," tulis Jimmy dalam artikel berjudul "Hok-gie ke Pangrango untuk Hilang,".

Era 1970an, ada penelitian perubahan tekanan darah oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Lembah Mandalawangi lewat pengambilan sampel darah pendaki Mapala UI. Saat itu, sampel darah langsung diterbangkan ke Lapangan Borobudur, Jakarta menggunakan helikopter.

"Waktu itu seminggu di Mandalawangi. Dicek darahnya, naik sepeda statis, VO2MAX paru-paru. Di sana dibuat karena ketinggian Mandalawangi," ujar Wisnu yang juga mengikuti penelitian itu.

Kini, Mandalawangi masih tetap menjadi favorit tujuan pendakian bagi sejumlah orang. Hingga tanggal kelahiran Soe Hok-Gie pada 17 Desember 2018, Mandalawangi tetap memesona bagi penggemarnya.

Lembah Mandalawangi terletak sekitar 100 meter dari Puncak Pangrango yang berada di ketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut. Lembah seluas sekitar 5 hektar ini merupakan satu dari dua padang bunga edelweis (Anaphalis javanica) di areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), selain Alun-alun Suryakencana di dekat Puncak Gunung Gede.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mereguk Pesona Lembah Mandalawangi", https://travel.kompas.com/read/2015/12/14/120900927/Mereguk.Pesona.Lembah.Mandalawangi.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/17/200737527/mengenang-gunung-pangrango-tempat-favorit-soe-hok-gie-naik-gunung

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke