Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tiga Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu-Kolang Flores Barat (4)

Persawahan jaring laba-laba di perkampung Cara dan Lembor menjadi destinasi unggulan di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat yang akses jalannya berada di Jalan Transflores Ruteng-Labuan Bajo dan sebaliknya yang selalu dikunjungi wisatawan mancanegara maupun Nusantara.

Di balik destinasi yang sangat terkenal sampai di seluruh Eropa dan Asia ini masih ada kawasan lain di bagian utara Kabupaten Manggarai Barat yang memiliki kearifan lokal yang sama dalam sistem pembagian lahan persawahan maupun lahan kering di kawasan Lembah Ranggu-Kolang.

Nenek moyang orang Kolang menyebutnya “Uma Lingko” atau sawah lingko yang didalamnya ada sistem lodok. Sawah lingko merupakan sawah komunal dari sistem pembagiannya dengan sistem lodok yang dimiliki oleh masing-masing orang di kampung adat tersebut.

Inilah tiga sawah jaring laba-laba atau sawah lodok di Lembah Ranggu-Kolang untuk menanam padi. Sementara ada juga lodok dalam lahan kering yang sudah tak terlihat karena tanaman holtikultura, seperti cengkeh, kopi, kakao, jeruk dan berbagai tanamannya.

1. Lingko Marang

Persawahan Lingko Marang ini berada tak jauh dari Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat. Di dalam Lingko Marang itu ada 13 Moho atau Lodok dengan luas diperkirakan 15 hektar.

Ketua RT 04/RW 03 di Kampung Tado, Bernabas Maja kepada Kompas.com di Kampung Tado, Minggu (31/3/2019) menjelaskan, persawahan Lingko Marang merupakan persawahan contoh pertama di kawasan Kolang yang dirintis oleh Guru SDK Ranggu II, Almarhum Damasus Agar, asal Kampung Ndighes di Kabupaten Manggarai Timur.

Maja menjelaskan, guru Damasus merupakan guru Agama Katolik pertama di SDK Ranggu II sekaligus Kepala Guru Agama Katolik di wilayah Kolang. Saat itu Pastor di Paroki Ranggu adalah Pater Mensen, SVD asal Negeri Belanda.

“Saat patroli di kampung-kampung di seluruh wilayah Kolang, Guru Damasus melihat salah satu lokasi di Kampung Tado yang sangat cocok untuk dibuka lahan persawahan. Jadi persawahan Lingko Marang merupakan persawahan contoh pertama di wilayah Kolang,” jelasnya.

Maja mengisahkan, Guru Agama Katolik, Damasus memanggil ayahnya, almarhum Petrus Jongo yang sedang mengerjakan Pastoran Ranggu bersama dengan Pater Niko Bot, SVD.

Namun, lanjut Maja, orang Kolang tak terbiasa dengan areal persawahan untuk menanam padi dan berbagai jenis tanaman lainnya. Orang Kolang saat itu mengolah lahan kering untuk menanam woja, mahak, latung, wue, hela dan lain sebagainya (padi, sorgum, jagung, kacang panjang dan jewawut).

“Saat itu orangtua saya diam-diam membuka lahan persawahan tersebut bersama dengan Pak Damasus. Pertama-tama mereka membuka lahan persawahan dengan irigasi yang sederhana. Saat itu seluruh Guru Agama di kawasan Kolang ikut mengerjakan lahan persawahan tersebut,” tuturnya.

Maja menjelaskan, melihat hasil padi dari persawahan itu maka seluruh warga di Kampung Tado ikut membuka lahan baru di Lingko Marang tersebut.

“Kami sangat berterima kasih kepada Guru Agama Katolik pertama di wilayah Kolang, Damasus Agar yang sudah berjasa membuka lahan persawahan dan juga sebagai guru Agama Katolik di Paroki Ranggu,” ucapnya.

Jadi di persawahan Lingko Marang ada beberapa tahap ritual adat yang selalu dilaksanakan warga yang memiliki lahan tersebut. Ritual itu diantarnya, Ritual Wuh, tradisi ini untuk menandakan Wau wini, tanah benih padi. Kedua, Ritual Nang Banta, tradisi ini untuk menghormati padi yang sudah bunting. Saat ritual ini dilaksanakan semua orang yang mengikutinya pada hening.

Ketiga, Ndereh. Ritual adat ini dilaksanakan oleh pemilik lahan ketika padi siap dipanen. Bulir padi sudah siap dipanen. Keempat, Ritual Tabar. Ritual ini dilaksanakan di sudut lahan persawahan untuk menghormati alam serta memohon restu dari leluhur agar selama proses memanen padi tidak diganggu oleh berbagai jenis gangguan.

Saat itu tua adat yang diberikan kepercayaan mengungkapkan syair Kolang "Ngerlau Ngontah Ngerse Mbeghok, Ako Neka Lako Lalap Neka Lampa” yang artinya buang jauh-jauh hal-hal yang tidak menguntungkan, dan bawa kesini keberhasilan dari panen padi, saat mengetam, padi tidak berpindah-pindah dan sejalan dengan langkah kaki saat mengetam.

Semua ritual adat itu dilambangkan dengan seekor ayam sebagai perantara permohonan antara manusia dengan Pencipta alam semesta, padi dan leluhur.

Selain mewartakan Sabda Kegembiraan dan keselamatan bagi orang Kolang, juga membuka lahan persawahan, yang kini dikenal luas di seluruh kawasan Ranggu-Kolang.

2. Lingko Lamah

Areal persawahan ini berada di belakang gedung Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Ranggu. Minggu (31/3/2019), areal Lingko Lamah terlihat indah dengan warna padi hijau.

Untuk melihat keunikan sawah jaring laba-laba itu harus dilihat dari sisi timurnya sementara dari sisi baratnya atau dari belakang gedung gereja itu tak kelihatan keunikan lodok Lamah tersebut.

Sore itu Kompas.com didampingi oleh Klaudis Aviliano Gagar, Pastor Wilfidus Babun, SVD dan Yuvensius Aquino Kurniawan menjelajahi jalan raya di sekitar areal persawahan tersebut.

3. Lingko Ker

Areal persawahan jaring laba-laba itu berada di lereng bukit di sekitar perkampungan Ker, Kelurahan Goloru. Selain areal persawahan jaring laba-laba, ada juga rumah gendang Ker yang beratap ijuk.

Bagi para pelancong yang suka menjelajahi berbagai pelosok di wilayah bagian utara Kabupaten Manggarai Barat, Kompas.com menyarankan dan menganjurkan untuk memulai merencanakan perjalanan wisata ke kawasan Lembah Ranggu-Kolang.

https://travel.kompas.com/read/2019/04/16/121500627/tiga-sawah-jaring-laba-laba-di-lembah-ranggu-kolang-flores-barat-4-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke