KOMPAS.com - Penampakan teripang mungkin tampak biasa saja, tetapi rupanya biota laut satu ini terbilang mahal.
Satu kilonya seharga lebih dari 3.000 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 50.000.000-an (kurs April 2020) atau Rp Rp 44.000.000-an (kurs Januari 2019).
Saking berharganya, orang-orang rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelam demi mendapatkan teripang.
Terdapat sekitar 1.250 jenis teripang di dunia. Untuk mendapatkan jenis yang semakin langka, orang-orang harus menyelam semakin dalam pula.
Sesungguhnya apa yang membuat teripang begitu mahal?
Berawal dari kelas menengah di China
Teripang merupakan hewan yang tergolong unik, mereka tak punya anggota badan maupun mata. Mereka hanya punya mulut dan anus serta beberapa organ dalam di antara keduanya.
Teripang telah menjadi sajian istimewa di Asia selama berabad-abad, hanya kelas atas yang mampu menyantap biota laut bernutrisi tinggi ini.
Kemudian pada 1980-an, permintaan akan teripang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya kelas menengah di China yang dapat menikmati hidangan dari hewan ini.
Kini, teripang dapat ditemukan dalam versi dikeringkan maupun kemasan berbentuk menarik yang biasanya dijadikan sebagai hadian atau disajikan saat acara tertentu.
Semakin fancy dan tak biasa bentuk teripang, maka semakin mahal pula. Semakin banyak duri pada kulit teripang, juga menjadi tolak ukur mahalnya binatang ini.
Teripang Jepang paling mahal di pasaran
Teripang yang paling mahal berasal dari Jepang, harganya sampai 3.500 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 57.350.755 (kurs April 2020) atau Rp 51.000.000-an (kurs Januari 2019) per kilogram.
Sementara jenis lain tak semahal itu, seperti golden sandfish, dragonfish, dan curry fish.
Kamu bisa mendapatkan 3 jenis tersebut di Amazon dengan harga sekitar 170 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 2.785.608 per porsi.
Penikmat teripang menyukai ketebalan, tekstur kenyal, dan rasa dari biota laut satu ini. Tak ketinggalan, pengalaman menyantapnya pun menjadi hal menarik tersendiri.
Rupanya kulit teripang mengandung bahan kimia bernama fucosylated glycosaminoglycan yang cukup tinggi.
Kandungan kimia tersebut dipakai orang Asia untuk merawat permasalahan sendi selama berabad-abad.
Sementara itu, orang Eropa menggunakannya untuk mengobati penyakit kanker tertentu dan mengurangi pembekuan darah.
Adanya permintaan teripang di Asia untuk hidangan makanan serta di Barat untuk perusahaan farmasi membuat sejumlah negara berlomba-lomba menjajakan teripang lokal mereka.
Panen teripang
Konsumsi teripang berkembang ke negara lain. Pada 1996-2011 saja, jumlah negara yang ekspor hewan ini meningkat dari 35 menjadi 83.
Namun, tak semudah itu mendapatkan maupun memanen teripang. Misalnya saja di Yucatan, Meksiko, di mana hasil panen menurun sebanyak 95 persen di antara 2012 dan 2014.
Semakin sering teripang dipanen, maka ia menjadi tambah langka dan harganya pun meningkat.
Harga rata-ratanya di dunia meningkat sebanyak 17 persen pada 2011 dan 2016. Semakin langka teripang, maka penyelam harus menyelam lebih dalam untuk menemukannya.
Sementara menyelami lautan makin dalam, dapat membahayakan nyawa penyelam.
Menyelam pertaruhkan nyawa demi teripang
Demi mendapatkan teripang, sebagian orang menyelam tanpa melakukan latihan terlebih dahulu.
Di beberapa negara tropis, orang-orang yang menyelam dapat terkena serangan lumpuh akibat dari tekanan dalam air laut.
Per Januari 2019, setidaknya terdapat 40 penyelam di Yucatan yang mati saat mencari teripang. Namun, tingginya permintaan membuat sebagian orang mengabaikan keselamatan mereka.
7 dari 70 jenis teripang yang diburu telah menjadi langka. Hal tersebut mengakibatkan rusaknya perekonomian setempat.
Orang-orang terus memburu teripang yang langka sebab larva makhluk ini kerap kali mati sebelum tumbuh dewasa.
Sementara larva timun laut yang berhasil bertahan hidup membutuhkan waktu 2 sampai 6 tahun untuk tumbuh agar bisa dijual.
https://travel.kompas.com/read/2020/04/06/120300427/mengapa-teripang-mahal-harganya-capai-rp-50-juta-per-kilogram
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.