Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengalaman Work From Bali, kalau Mumet Bisa ke Pantai

KOMPAS.com - Program work from Bali (WFB) menjadi salah satu upaya pemerintah dalam membangkitkan kembali geliat industri pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Melansir dari Kompas.com, Selasa (8/6/2021), WFB merupakan program yang diinisiasi oleh pemerintah untuk mengajak masyarakat kerja dari Bali, dimulai dari aparatur sipil negara (ASN).

Namun, sebelum adanya program WFB ini, beberapa orang nyatanya sudah mengadopsi tren bekerja dari Bali. 

Bali, tempat untuk yang suka gaya hidup lebih santai

William Kusuma (25) bekerja sebagai business consultant di sebuah perusahaan di Bali.

Ia mengaku sudah bekerja di Pulau Dewata sejak Juni 2019, jauh sebelum Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan merencanakan program WFB bagi ASN. 

Ia memilih bekerja di Bali lantaran ingin mencari suasana baru. Keindahan alamnya juga menjadi salah satu alasannya.

"Menurut saya, kalau di Jakarta sudah penat banget, kalau di Bali spot-spot alamnya banyak dan gampang dikunjungi. Jadi kalau mumet, tinggal jalan sampai ke pantai," ucap William saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (14/6/2021).

Saat ditanya mengenai soal harga dan fasilitas kos di sana, William menjelaskan bahwa kedua hal tersebut tergantung di mana orang tersebut akan tinggal dan fasilitas yang disediakan.

Menurut pengalamannya selama ini, ia tidak melihat adanya perbedaan harga dan fasilitas antara kos di Bali dengan Jakarta.

"Kalau sekarang saya kos di (Jalan) Dewi Sri. Soal harga, 11-12 sama Jakarta, tapi balik lagi ke lokasi dan fasilitas. Ini sejauh pengalaman dan pengamatan saya, rate-nya mirip-mirip," ucap William.

William mengatakan bahwa di daerah tempat ia tinggal, harga kamar kos termurah seharga Rp 1 juta. Jika ingin yang lebih bagus lagi, harganya berkisar Rp 3-4 juta.

Sementara itu, untuk harga kamar kos di daerah Denpasar, William mengatakan, dirinya hanya perlu membayar Rp 2 juta per bulan.

Harga tersebut sudah termasuk listrik, kamar mandi dalam, televisi, WiFi, dan pendingin ruangan.

Menurutnya, baik tinggal di Bali maupun di Jakarta memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Bedanya, jika ingin lebih bergaya hidup santai, Bali bisa jadi salah satu destinasi yang tepat. Ia pun mengaku enjoy kerja di Bali.

Tetap harus hemat 

Pendapat yang hampir saja juga dilontarkan Jeremy (28). Ia bekerja di bidang marketing di sebuah kantor visa agency di Bali. 

Ia mengatakan, persoalan biaya hidup di Bali bergantung pada pribadi masing-masing.

Menurutnya, jika hidup mengikuti lifestyle seperti orang yang sedang berlibur di Bali, otomatis pengeluaran juga akan lebih besar.

Namun, jika menetap untuk bekerja dan hidup di Bali tentunya punya perhitungan tersendiri agar bisa bertahan hidup. 

"Soal living cost di Bali itu tergantung dari orangnya lagi, yang pasti kalau mau bertahan hidup namanya merantau sendiri ya harus bergaya sesuai isi dompet. Kalau ikuti lifestyle orang holiday di Bali otomatis cost-nya lebih besar," ujar Jeremy kepada Kompas.com.

Ia menerangkan, untuk biaya hidup di Bali tergantung pada daerah yang dituju. Menurutnya, bila tinggal di daerah Denpasar, pengeluaran tidak terlalu mahal.

"Di Denpasar penduduknya lebih banyak orang lokal dan pendatang dari pulau Jawa. Jadi di sana ada warung-warung makan yang lebih affordable. Di sana masih bisa menemukan makanan Rp 15.000-20.000 per porsi," ujarnya. 

Sementara, jika menetap di daerah pariwisata, di antaranya Kuta, Canggu, dan Seminyak, bisa dibilang biaya hidup akan lebih mahal.

"Mayoritas yang stay di sana itu pengunjung atau wisatawan dan sebagian dari mereka warga negara asing. Jadi wajar kalau tempat makan daerah situ lebih ke kafe, kedai makanan dan harga pun otomatis lebih mahal," tambah Jeremy. 

Ia menceritakan bahwa dirinya sudah bekerja di Bali sejak Maret 2019. Ia mengawali karir sebagai seorang mixologist di salah satu club Bali. Beberapa bulan kemudian ia pindah ke kantor visa agency.

Selain berpindah tempat kerja, ia juga sudah merasakan berpindah-pindah tempat tinggal ke beberapa daerah di Bali. Mulai dari Renon daerah Denpasar, kemudian ke Sanur, Jalan Dewi Sri, Seminyak, lalu terakhir Canggu.

Hal itu dilakukan lantaran ia ingin mencari suasana baru sekaligus mengeksplor kawasan Bali. Ia ingin tahu perbedaan dari setiap daerah kawasan Bali tersebut.

Menurut dia, merantau atau bekerja di daerah mana pun sama saja, yang paling penting adalah pengendalian diri sendiri.

"Mau merantau ke mana pun sama aja, asal jangan lebih besar pasak dari pada tiang," pungkasnya. 

https://travel.kompas.com/read/2021/06/16/212808927/pengalaman-work-from-bali-kalau-mumet-bisa-ke-pantai

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke