KOMPAS.com - Belum lama ini Kementerian Kesehatan RI merilis laporan traffic penggunaan PeduliLindungi di sejumlah fasilitas publik, seperti mal, restoran, dan hotel di Indonesia, berdasarkan penggunaan aplikasi selama periode 23 Januari - 6 Februari 2022.
Laporan tersebut menunjukkan indikasi kepatuhan pengelola maupun pengunjung dalam pemanfaatan PeduliLindungi sebagai aplikasi yang digunakan secara resmi untuk pelacakan kontak digital di Indonesia.
Dari data tersebut, Kemenkes RI menyebutkan sejumlah fasilitas publik, baik skala nasional maupun provinsi, dengan penggunaan PeduliLindungi rata-rata hanya satu pengunjung perhari dalam kurun dua pekan atau dianggap memiliki tingkat kepatuhan paling rendah.
Ini juga terlihat pada sejumlah hotel di Indonesia.
Terkait fakta adanya sejumlah hotel yang masih tidak patuh dalam menggunakan PeduliLindungi sebagai syarat protokol kesehatan, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menyebut, setidaknya ada dua hal utama yang menyebabkan penerapannya di lapangan masih belum maksimal.
Pertama, ia menilai perlu adanya pengawasan intens dari petugas di pintu masuk untuk penerapan aplikasi tersebut.
Sebab, ada banyak kejadian di mana tamu yang sudah memindai barcode tetapi tidak melanjutkan ke tahapan check -in.
Ia menambahkan, beberapa petugas mungkin tidak mengecek lagi secara teliti apakah tamu benar-benar melakukan check-in setelah memindah barcode atau tidak.
"Umumnya pengunjung sudah scan barcode, tapi apakah setelah scan, tamu langsung check-in? Jika tamu tidak check-in, makan tidak akan terdeteksi di aplikasi PeduliLindungi saat tamu masuk ke hotel," tutur Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran kepada Kompas.com, Jumat (11/02/2022).
Kedua, angka check-in PeduliLindungi yang rendah juga bisa saja hotel memang abai terhadap pentingnya penggunaan aplikasi tersebut.
Kendati demikian, Maulana mengapresiasi adanya pembaruan dari manual check-in menjadi automatic check-in, yang dianggap mempermudah hotel dalam meningkatkan jumlah penggunaan PeduliLindungi pada tamu.
"Karena bagaimanapun dengan traffic yang cukup tinggi, terutama di mal dan hotel, bukan hal yang mudah memeriksa satu per satu. Kami berharap sistemnya akan memudahkan pengawasan, dengan update aplikasi ini semoga di lapangan nanti jumlahnya akan meningkat," imbuhnya.
Agar dapat melakukan pengawasan terhadap anggotanya, Maulana juga berharap agar pemerintah dapat memberikan PHRI akses, seperti dashboard, seperti digunakan Kemenkes punya saat ini, guna mengawasi mana saja hotel yang sudah menjalani aturan dengan baik dan mana yang tidak.
"Dengan adanya paparan pemerintah bahwa mereka bisa mendeteksi langsung nama hotel yang lalai dan tidak lalai, kami harap ke depannya pemerintah bisa memberi kami akses untuk memonitoring hotel mana saja yang masih lalai, agar kami juga bisa maksimal membantu pemerintah," katanya.
Meski adanya sejumlah hotel yang belum disiplin dalam memanfaatkan PeduliLindungi, lanjut Maulana, PHRI sebagai regulator organisasi tidak punya wewenang menindaklanjutinya.
Sanksi baru dapat dijatuhkan jika anggota melanggar kebijakan organisasi, seperti melanggar aturan dasar atau anggaran rumah tangga.
"Secara umum kami sudah selalu mengimbau mereka untuk taat kepada prokes. Makanya perlu dilakukan pengawasan secara digital, agar lebih mudah melakukan monitoring."
"Untuk sanksi, organisasi tidak punya sanksi yang diberikan untuk kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. PeduliLindungi merupakan program dari pemerintah, jadi kalaupun ada sesuatu yang dilanggar, sanksinya bukan dari kami tapi dari pemerintah," tegasnya.
https://travel.kompas.com/read/2022/02/11/204749827/2-kemungkinan-alasan-masih-ada-hotel-tak-patuh-gunakan-pedulilindungi