Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hiu Tikus di Alor NTT Dikhawatirkan Akan Punah

MAUMERE, KOMPAS.com - Hiu tikus, atau yang biasa disebut thresher shark, merupakan salah satu jenis hiu unik yang tidak banyak ditemukan di dunia.

Ekornya yang panjang, dan bisa mencapai setengah tubuhnya, merupakan bagian unik yang membedakannya dengan hiu yang lain.

Bahkan, ada jenis-jenis tertentu yang panjang ekornya hampir menyamai panjang tubuhnya sendiri. 

  • Danau Semayang, Habitat Pesut Mahakam yang Nyaris Punah
  • UNESCO Berencana Masukkan Great Barrier Reef Australia ke Daftar Terancam Punah

Berdasarkan penelitian, seekor hiu tikus dapat hidup hingga usia 50 tahun. Namun, saat ini kebanyakan hiu tikus mati ketika berumur 10 hingga 20 tahun.

Populasi hiu tikus telah mengalami penurunan sebesar 80 persen. Hal ini disebabkan karena adanya praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Salah satu perairan Indonesia yang juga menjadi tempat ditemukannya hiu tikus, yakni di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perairan Alor merupakan jalur migrasi penting bagi hiu tikus, khususnya di sekitar Selat Pantar.

Menurut data tangkapan hiu tikus di Alor pada Maret-Agustus 2021, terdapat 126 ekor betina dewasa dan 41 jantan dewasa, atau sekitar 82 persen. Hiu yang ditangkap adalah hiu betina yang sedang hamil dengan rerata dua ekor anakan.

Co-founder dan Program Koordinator Thresher Shark Indonesia, Dewi Ratna Sari, mengatakan, tingginya persentase betina hamil yang ditangkap menurunkan kemampuan hiu untuk memulihkan populasi.

"Hal ini dikhawatirkan akan membuat hiu unik ini akan punah," ujar Dewi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (2/4/2022).

Ia menjelaskan, masyarakat dari dua desa di Alor, yaitu Lewalu dan Ampera, sudah mulai menangkap hiu tikus sejak 50 tahun terakhir. Berawal dari tangkapan tidak sengaja, lalu menjadi salah satu tangkapan utama.

Menurut penuturan masyarakat, jelas Dewi, lebih dari 300 ekor hiu tikus didaratkan dalam satu tahun. Sebagian besar hasil tangkapan adalah hiu betina yang sedang hamil.

Menurut Dewi, keberadaan hiu tikus di Alor dapat membangkitkan pengembangan pariwisata di wilayah tersebut, sekaligus menjadikannya sebagai lokasi penelitian.

Salah satu upaya konservasi hiu tikus, ujarnya, adalah dengan mengadakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan serta mengutamakan aspek konservasi.

"Alor memiliki potensi pengembangan pariwisata dan lokasi penelitian Hiu Tikus. Ada aktivitas di mana hiu tikus menggunakan kawasan di siang hari membuka kesempatan untuk pariwisata," katanya. 

Hiu tikus juga mudah ditemukan di Alor, sehingga aktivitas penelitian, seperti akustik dan satelit, bisa dilakukan dalam jangka panjang untuk mengisi knowledge gaps (kesenjangan pengetahuan) mengenai hewan ini. 

Ia memberi contoh Filipina yang memiliki kegiatan pariwisata terkait hiu tikus. Kegiatan tersebut dapat pemasukkan sebesar Rp 180 miliar per tahun.

  • Mengapa Kita Dilarang Menyentuh Hiu Paus?
  • Viral Video Penyelam di Teluk Cendrawasih, Ini Aturan Berinteraksi dengan Hiu Paus
  • Berani Foto dengan Ikan Hiu di Karimunjawa?

“Di Malapascua, Filipina, hiu tikus menjadi ekoturisme, yaitu penggerak ekonomi komunitas lokal. Jika dihitung, kegiatan itu bisa memberikan pemasukan 180 miliar per tahun," ujarnya.

Ia menambahkan, sejumlah lokasi hiu tikus di Alor mempunyai potensi besar untuk dikelola menjadi ekoturisme, khususnya wisata selam. Hal ini karena, dari segi habitat dan jumlah, populasinya masih cukup baik.

"Jika kepedulian sudah tumbuh, upaya konservasi hingga kegiatan ekoturisme akan mudah dilakukan” imbuhnya. 

Adapun, lanjutnya, sejak tahun 2018, Thresher Shark Indonesia sudah melakukan beberapa upaya untuk membantu konservasi hiu tikus berbasis masyarakat.

https://travel.kompas.com/read/2022/04/02/170400827/hiu-tikus-di-alor-ntt-dikhawatirkan-akan-punah-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke