KOMPAS.com - Di sebelah area parkir Rumah Sakit Umum Dr Adjidarmo di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, terdapat sebuah bangunan usang yang tampak kumuh dan tidak terawat.
Bagian halaman, kosen pintu, serta jendelanya berdebu dan ditumbuhi rumput liar. Cat dindingnya pun sudah banyak yang terkelupas dan menghitam.
Namun siapa sangka, bangunan yang tidak layak huni ini dulunya rumah mantan asisten residen yang terkenal hingga mancanegara yakni Eduard Douwes Dekker alias Multatuli, pemuda asal Belanda yang menguak kisah pilu sistem tanam paksa di daerah Lebak melalui buku berjudul Max Havelaar.
"Tahun 2020 dulu ada anggaran Rp 1,4 miliar untuk merevitalisasi (rumah Multatuli). Namun sayangnya, karena ada pandemi Covid-19, jadinya enggak jadi (direvitalisasi), anggarannya difokuskan ke Covid-19 dulu," kata Kepala Museum Multatuli, Ubaidilah Muchtar saat ditemui di lokasi, Jumat (26/5/2023).
Usai berkunjung dari Museum Multatuli, tim Kompas.com memutuskan mengunjungi rumah bekas Multatuli.
Dikarenakan lokasinya tidak bisa ditemukan di penunjuk arah peta digital, Kompas.com pun bermodalkan peta manual dari coretan tangan Ubaidillah di atas kertas sebagai penunjuk arah.
Sesuai arahan Ubaidillah, rumah Multatuli berada di dalam kawasan rumah sakit. Setelah meminta bantuan petugas keamanan untuk mendapat akses masuk ke dalam kawasan rumah sakit, tim Kompas.com tiba di lokasi.
Sebelum berangkat ke lokasi, Ubaidillah sudah mengatakan bahwa rumah Multatuli dulunya difungsikan sebagai gudang rumah sakit atau tempat menyimpan bekas barang medis.
Akan tetapi, keadaan gudang yang Kompas.com lihat secara langsung nyatanya jauh lebih menyedihkan dari yang diperkirakan.
Berdasarkan pandangan Kompas.com di lokasi, bangunan bekas rumah Multatuli yang dilihat tampak terbengkalai.
Rumput liar tumbuh di sela-sela jendela yang tak lagi berpintu, atap rumah bocor, plafon bergelayutan, lantai kotor, dan dinding bangunan "dihiasi" coretan di beberapa sisinya.
Mulanya Kompas.com masuk dari arah samping gedung. Di lokasi tersebut terdapat dua ruangan yang dipenuhi barang-barang rusak, di antaranya ban bekas, tripleks lapuk, dan beragam potongan perabot berbahan kayu yang tak layak dipakai.
Berpindah ke ruangan sebelah, bagian dalam ruangan terlihat kosong, hanya ada beberapa potongan kayu yang diletakkan di dekat pintu.
Dari arah depan gedung, terdapat sebuh motor usang yang diselimuti debu tebal.
Menurut pengakuan salah satu penjaga keamanan di Rumah Sakit Umum Dr Adjidarmo, Saeful, bangunan tersebut dulu pernah difungsikan sebagai puskesmas saat dirinya masih kecil.
"Dulu tempat ini puskesmas, saya dulu sering main ke sini saat masih kecil," kata Saeful saat menemani Kompas.com di lokasi, Sabtu (26/5/2023).
Kondisi bekas rumah Multatuli ini terlihat memprihatinkan, apalagi rumah Multatuli juga tercatat sebagai cagar budaya.
Bahkan, di depan gedung juga terdapat plang "Cagar Budaya" yang tak lagi berdiri tegak. Besi plangnya sudah karatan dan disandarkan ke sebuah tiang.
Di plang tersebut ditulis bahwa rumah Multatuli tercatat sebagai cagar budaya dan sudah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Usai berkeliling sekitar 20 menit, Kompas.com memutuskan untuk keluar dari kawasan rumah sakit dan bertolak ke Stasiun Rangkasbitung untuk kembali ke Jakarta.
https://travel.kompas.com/read/2023/05/31/215945527/melihat-rumah-multatuli-di-rangkasbitung-cagar-budaya-yang-tak-terawat