Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pro Kontra Larangan Mendaki Gunung di Bali, Saat Ini Masih Dikaji

KOMPAS.com - Gubernur Bali I Wayan Koster akan melarang aktivitas wisata termasuk pendakian semua gunung yang berada di Bali. Sebab, gunung di Bali termasuk dalam kawasan yang disucikan.

Aturan pelarangan itu disampaikan usai pembacaan adanya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali nomor 4 tahun 2023 di Kantor Gubernur Bali pada Rabu (31/5/2023) lalu.

Larangan pendakian itu, kata Koster, akan dibuat menjadi Peraturan Daerah (perda). Hal itu membuat pendakian maupun aktivitas wisata lainnya ke depannya tidak bisa dilakukan oleh umum. 

“Karena Gunung merupakan kawasan disucikan maka kita melarang pendakian Gunung, dan akan dikeluarkan peraturan daerah untuk mengatur semua,” kata Koster, dikutip dari Tribun Travel, Senin (5/6/2023).

  • Larangan Mendaki Gunung di Bali, Menparekraf: Sedang Diklarifikasi
  • Larangan Mendaki Gunung di Bali Akan Dibuat Jadi Perda

Artinya, gunung dan kawasan lain yang disucikan nantinya hanya bisa digunakan untuk kepentingan upacara agama dan kegiatan penting lain seperti kebencanaan. 

“Kecuali akan ada pelaksanaan upacara atau penanggulangan kebencanaan atau kegiatan khusus lainnya. Jadi bukan untuk kegiatan wisata,” imbuhnya.

Larangan tersebut menyusul terjadinya beberapa aktivitas tak senonoh beberapa warga negara asing (WNA) saat mendaki gunung di Bali, salah satunya berpose tanpa busana. 

Tuai pro dan kontra

Larangan mendaki gunung di Bali untuk wisatawan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster menuai pro dan kontra dari masyarakat. Khususnya bagi jasa pemandu aktivitas pendakian dan masyarakat yang terlibat dalam aktivitas wisata di sekitarnya. 

Rencana pelarangan pendakian gunung dapat berdampak pada pelaku wisata setempat jika jadi diberlakukan. Apalagi, jika aktivitas wisata benar-benar dilarang sepenuhnya.

Tak sedikit yang khawatir kehilangan pekerjaan. Sebab aktivitas wisata pendakian memang berdampak luas pada ekonomi masyarakat, mulai dari jasa porter, pemandu gunung, kuliner, hingga akomodasi. 

Dikutip dari Tribun Bali, Ketua Perkumpulan Kaldera Jeep Adventure (KAJA) Gunung Batur Kintamani, Mangku Juliawan, misalnya, menyebutkan sejumlah potensi dampak aturan tersebut bagi pelaku wisata. 

Ia mengatakan, salah satu pelaku wisata yang bakal terdampak adalah pengendara jip di kaki Gunung Batur yang jumlahnya mencapai sekitar 300 orang.

"Itu baru driver-nya saja, belum termasuk marketing, belum multiplier effect yang lain. Kan banyak mata pencaharian masyarakat di situ. Apakah mau di-cut begitu saja masyarakat yang mata pencahariannya di sektor itu? Enggak bisa dong. Semua juga berkepentingan," ujarnya.

Senada, pemandu asal Banjar Temukus, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, I Komang Kayun, mengungkapkan kekhawatirannya sebagai pelaku wisata terhadap rencana tersebut.

Sekalipun nantinya akan diberlakukan, ia berharap pemandu yang juga merupakan warga sekitar gunung, bisa tetap dilibatkan.

"Harapan saya guide tetap dilibatkan jika ada wisatawan dan pemedek yang hendak melakukan persembahyangan ke puncak Gunung Agung. Kalau seandainya tidak dilibatkan, banyak warga menganggur dan tidak punya pekerjaan," ucapnya.

Gunung kawasan suci

Kendati demikian, sebagian pihak memahami alasan penutupan pendakian gunung di Bali atas alasan tempat suci.

Menurut Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Profesor I Gde Pitana, sebenarnya gunung di Bali sejak awal merupakan tempat yang sakral atau disucikan.

Sehingga, kata dia, tidak aneh jika diterapkan aturan untuk menjaganya dari perilaku-perilaku yang dinilai merusak.

"Larangan untuk mendaki atau lebih tepatnya pemberlakuan peraturan yang ketat untuk pendaki bukanlah hal yang baru, dan bukanlah unik di Bali," kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/6/2023).

  • Ada Aturan Baru untuk Turis Asing di Bali, Catat 5 Penting Ini
  • 10 Hotel Terbaik di Dunia 2023 Versi Tripadvisor, Ada dari Bali

Ia menjelaskan, wisatawan perlu mengetahui bahwa dalam sistem kepercayaan umat Hindu di Bali, sejumlah tempat antara lain gunung, bukit, mata air, dan danau, memang disakralkan atau disucikan.

"Kalau kamu pergi ke Bali, maka akan bisa membuktikan bahwa setiap puncak bukit atau setiap puncak gunung pasti ada puranya, sebagai tempat suci orang Hindu di Bali," tutur dia.

Namun, kata Pitana, banyak pendaki yang tidak mengikuti kaidah-kaidah keagamaan yang ada di Bali.

Dengan demikian, ia sebagai sulinggih (pendeta atau orang suci) yang ada di Bali bersama-sama dengan para sulinggih lainnya berupaya menjaga tempat tersebut.

Lebih lanjut, Pitana memperkirakan, pendakian gunung di Bali bukan akan dilarang sepenuhnya, namun diperketat.

"Dalam pembicaraan memang gunung itu diatur penggunaannya karena suci, tidak boleh sembarang orang menaiki. Jadi boleh enggak dinaiki? Boleh, tapi dengan syarat-syarat yang ketat," jelas dia.

Terkait rencana aturan pelarangan pendakian gunung di Bali yang akan dibuat jadi perda, Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Badung Bali Made Sukayasa mengatakan, sampai saat ini belum ada arahan apapun dari gubernur pada jajaran pemerintah daerah.

Menurut dia, rencana larangan naik gunung di Bali untuk wisata itu masih dalam tahap pengkajian lebih lanjut.

"Belum ada (langkah lanjutan soal larangan). Masih dikaji," kata Made di pameran Gebyar Wisata Nusantara di Jakarta, Sabtu (10/6/2023).

  • 4 Tips Datang ke Pantai Batu Barak di Bali, Sebaiknya Naik Motor
  • 8 Wisata Tegallalang Bali, Ada Sawah Terasering dan Konservasi Gajah

Made menjelaskan, jika nantinya larangan ini benar diterapkan, tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian alam, budaya, dan kearifan lokal.

Ia meyakini, diterapkannya larangan ini tidak akan berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan ke Bali, khususnya Badung.

"Larangan mendaki gunung itu sebetulnya untuk menjaga kelestarian saja. Karena di daerah-daerah pegunungan itukan ada kawasan yang harus kita lestarikan, kita hormati," pungkasnya.

https://travel.kompas.com/read/2023/06/12/114100527/pro-kontra-larangan-mendaki-gunung-di-bali-saat-ini-masih-dikaji

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke