Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Jalan Malioboro Yogyakarta, Bukan Sekadar Tempat Wisata

KOMPAS.com - Berlibur ke Yogyakarta, tidak lengkap rasanya tanpa mengunjungi Jalan Malioboro yang ikonik. Berada di jantung Kota Yogyakarta, wisatawan bisa belanja beragam pernak-pernik oleh-oleh khas Kota Gudeg.

Lokasinya sangat strategis di dekat atraksi wisata lainnya, seperti Stasiun Tugu, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

  • Kenapa Disebut Titik Nol Kilometer Yogyakarta? Simak Sejarahnya 
  • Harga Tiket Taman Pintar Yogyakarta buat Libur Sekolah dan Wahana 

Sebagai obyek wisata, Jalan Malioboro memiliki sejarah serta sarat makna filosofis berkaitan dengan Keraton Yogyakarta. Berikut sejarah Jalan Malioboro seperti dihimpun Kompas.com.

Asal-usul nama Jalan Malioboro 

Jika membahas sejarah Malioboro, tentu asal usul nama Jalan Malioboro sendiri menarik untuk diketahui.

Sejarawan Peter Carey, yang mengutip dari dari O.W. Tichelaar menuturkan, nama Malioboro berasal dari bahasa Sansekerta yakni malyhabara, seperti dilansir Kompas.com dari jurnal berjudul Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941, karya Siti Mahmudah Nur Fauziah. 

Makna malyhabara adalah dihiasi dengan untaian bunga.

Menurut Carey, kemungkinan besar jalan ini sejak awal telah dikenal sebagai Jalan Malioboro, meskipun masih disangsikan asal muasal nama Malioboro. Hingga pada pertengahan abad ke-18, kata maliabara benar-benar ditemukan dalam naskah yang berasal dari Yogyakarta.

Carey mengutip dari O.W. Tichelaar, juga menyanggah pendapat yang mengemukakan bahwa nama Jalan Malioboro berasal dari kata marlborough, yang merupakan gelar Jenderal John Churchill dari Inggris.

Sebab, jalan raya ini telah dibangun dan digunakan untuk seremonial tertentu selama 50 tahun sebelum orang Inggris mendirikan pemerintahannya di Jawa.

  • Harga Tiket Masuk Sindu Kusuma Edupark Yogyakarta buat Libur Sekolah, Mulai Rp 30.000
  • 7 Aktivitas Wisata di Titik Nol Kilometer Yogyakarta

Pendapat lain dikemukakan oleh Umar Priyono, dkk, bahwa nama Malioboro berasal dari kata malia yang berarti jadilah wali dan bara yang berasal dari kata ngumbara atau mengembara, seperti  dilansir Kompas.com dari jurnal berjudul Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941, karya Siti Mahmudah Nur Fauziah.

Makna Jalan Maliobor mengacu dalam konsep garis filosofi Keraton Yogyakarta yang membentang dari Panggung Krapyak hingga Tugu Pal Putih atau Tugu Jogja.

Hubungan dengan Keraton Yogyakarta 

Keberadaan Jalan Malioboro memiliki hubungan dengan Keraton Yogyakarta. Jalan Malioboro merupakan bagian dari konsep catur gatra tunggal atau empat unsur sebuah kota, meliputi istana kerajaan, alun-alun, masjid, dan pasar atau pusat perekonomian.

Siti Mahmudah Nur Fauziah dalam jurnal berjudul Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941 menuturkan, Jalan Malioboro sudah ada bersamaan dengan berdirinya Keraton Yogyakarta.

Sementara itu, Carey menuturkan, sebagai rajamarga atau jalan kerajaan, Malioboro berfungsi sebagai jalan raya seremonial. Pada hari perayaan, Jalan Malioboro dihiasi dengan untaian bunga atau malyabhara, seperti dikutip Kompas.com dari jurnal berjudul Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941, karya Siti Mahmudah Nur Fauziah.

Jalan yang membentang lurus dari utara ke selatan ini, menjadi saksi bisu prosesi kedatangan para gubernur jenderal, pejabat Eropa lainnya, serta tamu kerajaan lain, dari arah utara menuju Keraton Yogyakarta. Kedatangan mereka disambut oleh sultan dan para prajurit Keraton Yogyakarta.

Seremonial masuknya gubernur jenderal melewati Jalan Malioboro tersebut memiliki dua tujuan bagi masyarakat Jawa. Pertama, memberikan penghormatan kepada para tamu dan kedua, untuk menjinakkan kekuasaan yang besar para tamu tersebut.

  • 10 Wisata Baru di Yogyakarta, Cocok Buat Liburan Sekolah 
  • 7 Museum di Yogyakarta, Edukatif dan Cocok untuk Libur Sekolah

Malioboro sebagai penghubung antara Tugu Jogja dan Keraton Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari konsep filosofi tata kota Keraton Yogyakarta.

Umar Priyono, dkk mengatakan, garis filosofi dengan simpulnya dari Panggung Krapyak-Keraton Yogyakarta-Tugu  Golong Gilig atau Tugu Pal Putih melambangkan konsep sangkan paraning dumadi. Maknanya adalah asal dan tujuan dari hidup.

Sementara, filosofi simpul dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta menggambarkan perjalanan manusia sejak di dalam kandungan hingga memiliki anak atau sangkaning dumadi, seperti disampaikan Umar Priyono, dkk dalam jurnal berjudul Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941, karya Siti Mahmudah Nur Fauziah. 

Sedangkan, dari Tugu Pal Putih ke arah selatan menggambarkan perjalanan manusia ketika hendak menghadap Sang Pencipta atau paraning dumadi, meninggalkan alam fana (dunia) menuju alam baka.

Kini, Jalan Malioboro menjadi salah satu ikon Kota Yogyakarta. Terbaru, Pemerintah Yogyakarta telah memindahkan para pedagang kaki lima (PKL) Malioboro ke Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2, per awal Februari 2023 lalu.

Kunjungan wisatawan ke Jalan Malioboro pun masih ramai. Utamanya, setelah covid-19 mereda sehingga aktivitas pariwisata kembali menggeliat.

Mengutip Tribun Jogja, kunjungan wisatawan ke Jalan Maliobor mencapai 10.000 per hari, berdasarkan data per Februari 2023 lalu.

https://travel.kompas.com/read/2023/07/01/183500227/sejarah-jalan-malioboro-yogyakarta-bukan-sekadar-tempat-wisata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke