KOMPAS.com - Bandara Changi di Singapura akan memberlakukan sistem otomatis dan pelaku perjalanan yang berangkat dari Singapura tidak perlu menunjukkan paspor, mulai tahun 2024.
Dikutip dari CNN, Kamis (21/9/2023), izin imigrasi tersebut nantinya akan diganti dengan teknologi biometrik.
“Singapura akan menjadi salah satu dari sedikit negara pertama di dunia yang memperkenalkan izin imigrasi otomatis dan bebas paspor,” kata Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura, Josephine Teo, Senin (18/9/2023).
Melalui teknologi biometrik ini, pelaku perjalanan cukup melakukan pemindaian wajah. Hal ini bisa memudahkan mereka untuk tidak berulang kali menunjukkan dokumen perjalanan saat proses pengecekan di bandara.
Guna mendukung teknologi ini, Menteri Dalam Negeri Singapura mengizinkan dilakukannya penyerahan informasi penumpang dan awak bandara kepada operator bandara, dilansir dari Channel News Asia.
Tujuannya untuk menunjang keperluan tertentu, seperti penyerahan bagasi dan penelusuran penumpang di dalam bandara.
Teknologi biometrik ini, tutur Teo, menciptakan "token otomatis tunggal" yang bisa digunakan pelaku perjalanan di berbagai titik.
Sebagai informasi, teknologi pindai wajah ini sudah digunakan di beberapa titik di Bandara Changi di Singapura di jalur otomatis pemeriksaan imigrasi.
Kebijakan ini, menurut amandemen Undang-Undang (UU) Imigrasi Singapura, bertujuan untuk penanganan keadaan darurat, misalnya pandemi, memperkuat kontrol perbatasan, dan menyederhanakan administrasi izin bagi warga negara asing dan penduduk tetap.
Di dalam UU tersebut juga disampaikan bahwa pihak maskapai penerbangan dan operator lainnya memiliki wewenang untuk mengeluarkan arahan larangan naik pesawat bagi orang-orang yang "tidak diinginkan", dalam artian tidak diizinkan.
"Volume pelaku perjalanan terus meningkat di seluruh pintu masuk kita. Diprediksi (jumlah kunjungan pelaku perjalanan) akan kembali ke level sebelum pandemi pada tahun 2024, dan terus meningkat setelahnya," ujar Teo, dikutip dari laman resmi Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Menurutnya, ancaman keamanan, termasuk terorisme, dan pandemi juga membutuhkan tindakan yang lebih tegas terkait urusan imigrasi.
Ia melanjutkan, tindakan tegas yang dimaksud bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi pelaku perjalanan dan kru terlebih dahulu, serta menerapkan pembatasan masuk sebelum ketibaan orang-orang yang "tidak diinginkan".
Seiring dengan penerapan sistem ini, terdapat kekhawatiran akan privasi data dan keamanan siber. Pasalnya, sistem ini akan menangani informasi pribadi dalam jumlah yang besar.
Teo mengatakan bahwa informasi yang berkaitan dengan Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan hanya bisa diakses oleh perusahaan Singapura. Karyawan perusahaan pun juga akan menjalani pemeriksaan keamanan dan mendapatkan izin sebelum mengerjakan proyek ini.
Perusahan terkait yang menjadi vendor proyek ini nantinya akan terikat oleh perjanjian kerahasiaan data dan akan ditindak pidana jika ada pelanggaran.
Tidak hanya itu, pihak bandara juga akan terikat perjanjian berbagai data dengan Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan.
Adapun sistem kerja biometrik ini akan dirancang dengan kemampuan failover, seperti pasokan listrik yang tidak pernah terputus. Dengan demikian, wisatawan dapat terus menggunakan sistem ini meskipun terjadi pemadaman listrik.
Teo mengatakan, pelaku perjalanan yang belum paham dengan teknologi biometrik akan dibantu oleh petugas imigrasi.
https://travel.kompas.com/read/2023/09/21/222525527/mulai-2024-terbang-dari-singapura-tidak-perlu-tunjukkan-paspor