Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

TANGERANG, KOMPAS.com - Wilayah Kota Tangerang, Banten, tak hanya berisi permukiman, mal, dan taman gratis, dan daya tarik alam, tapi juga tempat wisata sejarah.

Dikutip dari laman Pemerintah Kota Tangerang, Selasa (23/4/2024), nama "Tangerang" dikatakan bersumber dari penyebutan masyarakat akan tugu setinggi 2,5 meter yang dibangun Pangeran Soegiri.

  • 5 Tempat Piknik di Tangerang, Ada yang Gratis
  • Jasmine Park, Wisata Keluarga di Tangerang dengan Peternakan Mini

Disebut "tetengger" atau "tanggeran" (penanda), tugu tersebut berfungsi sebagai penanda wilayah kekuasaan Kesultanan Banten di sisi barat Sungai Cisadane, dengan wilayah kekuasaan VOC di sisi timur Sungai Cisadane. 

Pada Minggu (21/4/2024) lalu, Kompas.com mengikuti tur dari TimeGap untuk menjelajahi sejumlah tempat wisata sejarah di Tangerang. Simak selengkapnya. 

"(Stasiun Tangerang) pertama kali diresmikan tahun 1899. Awal mula pembangunannya itu dari (Stasiun) Duri ke (Stasiun) Tangerang di tahun 1896, jadi ada jarak empat sampai lima tahun sampai stasiun ini pertama kali dioperasionalkan," jelas pemandu dari TimeGap, Tama pada Minggu (21/4/2024).

Mulanya, tutur Tama, stasiun yang dibangun oleh perusahaan perkeretaapian Staatssporwegen (SS) untuk keperluan pengangkutan hasil bumi dan kerajinan tangan anyaman topi bambu.

Kerajinan tersebutlah yang saat ini menjadi simbol Kabupaten Tangerang.

"Dulu sebelum jadi kota, (wilayah) ini masih jadi wilayah Kabupaten Tangerang," ucapnya.

Adapun di sisi selatan stasiun juga terdapat sumur tua yang konon sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Air di sumur tersebut juga tak pernah kering. 

Stasiun Tangerang beralamat di Sukasari, Kota Tangerang, Banten.

Dikutip dari laman Pemerintah Kota Tangerang, Selasa (23/4/2024), Monumen Meriam Cisadane dibangun Pemerintah untuk mengenang perjuangan rakyat Banten saat penjajahan Belanda.

Terletak di tepi Sungai Cisadane di Jalan Benteng Jaya, Sukarasa, monumen ini berupa replika meriam dan benteng seperti menara benteng pada masa lalu.

Menurut Tama, pembangunan benteng di Tangerang dilakukan pada tahun 1660-an awal untuk pertahanan VOC akibat kuatnya perlawanan Kesultanan Banten. 

"Kenapa bangunan benteng Tangerang baru dihancurkan tahun 1810-an? Karena pada saat itu Kesultanan Banten sudah mulai goyah. VOC tidak bisa melawan secara fisik Kesultanan Banten karena terlalu kuat, jadi VOC punya politik adu domba," jelasnya. 

Kelenteng Boen San Bio atau Yayasan Vihara Wimmala Boen San Bio beralamat di Jalan KS Tubun Nomor 43, Pasar Baru, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. 

Dikutip dari laman Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Selasa (23/4/2024), kelenteng ini didirikan tahun 1689 oleh pedagang asal China bernama Lim Tau Koen. 

Bangunan yang termasuk cagar budaya ini memiliki ruangan depan, ruangan tengah, dan ruangan belakang. 

Bagian depan kelenteng didominasi warna merah berkat banyaknya lampion yang digantung. Lampion ini diberikan oleh para donatur. 

Di ruangan belakang terdapat Ruang Dhammasala, Pendapa Pecun, Sumur Sumber Rejeki, dan Petilasan Mbah Raden Suryakencana. Ada pula patung Dewi Kwan Im Pou Sat setinggi kira-kira tiga meter.

Pintu air Mookervart yang kecil berada di dekat ruang terbuka hijau yang disebut Taman Pintu Air, sedangkan pintu air Mookervart yang besar berjarak sekitar tiga menit berjalan kaki dari pintu air kecil.

Tama menuturkan, fungsinya waktu itu mengatur debit air yang ada di Jakarta (Batavia) dan untuk transportasi air. 

"Sistemnya kayak water lift, jadi satu (sisi) airnya surut, ada yang mengangkat (perahu). Pas di ujungnya dibuka, (perahu) langsung mengalir," tutur Tama. 

Sebagai informasi, Kali Mookervart dibangun dari tahun 1768-1689, fungsinya mengalirkan sepertiga aliran Sungai Cisadane dan menghubungkannya dengan kanal-kanal di Batavia guna menambah suplai air dan mengendalikan banjir. 

Pada tahun 1732, Gubernur Jenderal Diederik Durven memerintahkan pengerukan kanal guna menyuplai lebih banyak air ke Batavia, tapi hal tersebut malah mengakibatkan banyaknya genangan air yang berujung ke penyebaran malaria.

Tidak hanya itu, air di kanal pun meluap saat musim hujan. Dengan demikian, dibangunlah pintu air di ujung atas sungai tahun 1770. 

Kali Mookervart tetap menyuplai air paling banyak ke Batavia pada abad ke-18.

Pada 25 Januari 1946, terjadi peristiwa bernama Pertempuran Lengkong yang memakan korban 37 orang dari pihak Indonesia.

Dilaporkan oleh Kompas.com, Selasa (9/11/201), pasukan Resimen IV Tangerang yang dipimpin Mayor Daan Mogot bermaksud melucuti senjata tentara Jepang.

Namun, saat Mayor Daan Mogot tengah berunding dengan Kapten Abe, wakil tentara Jepang, dan taruna Indonesia tengah mengangkut senjata ke truk, mendadak terdengar suara tembakan. 

Akibatnya, para tentara Jepang pun menembaki para taruna Indonesia, bahkan Mayor Daan Mogot termasuk yang menjadi korban.

Jenazah para korban lantas dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna. Alamatnya di Jalan Daan Mogot, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.

Di salah satu sisi area makam terdapat monumen berisi nama-nama korban dan ada beberapa yang tidak diketahui identitasnya.

https://travel.kompas.com/read/2024/04/23/170400127/5-tempat-wisata-di-tangerang-yang-bersejarah-ada-pintu-air-dan-makam

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke