KENDARI, RABU - Runduma adalah surga bagi penyu. Disebut demikian karena di pulau berpasir putih ini, penyu bebas beranak-pinak membentuk koloni, tanpa gangguan manusia.
Pulau di tengah Laut Banda dan termasuk wilayah Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara ini, sesungguhnya bukan pulau tak berpenghuni. Ada 140 kepala keluarga yang bermukim di pulau itu yang sangat mencintai alam dan pulau mereka, sehingga penyu merasa aman hidup berdampingan.
Terumbu karang di perairan Laut Banda juga masih lestari. Warga Desa Runduma, Kecamatan Tomia menghargai kehidupan biota laut dan sangat menjaga terumbu karang di kawasan itu. Mereka tak pernah merusaknya, karena terumbu karang bagi mereka seperti "ibu", yang memberi kehidupan. Mereka menangkap ikan hanya dengan menggunakan alat konvensional, seperti pukat dan jala saja.
Mereka pantang menggunakan alat modern apalagi sampai melakukan pemboman ikan yang dapat merusak terumbu karang. Mereka paham terumbu karang adalah tempat berkembang biaknya biota laut, khususnya ikan dan penyu. Jika terumbu karang hancur maka ikan dan penyu tak akan ada lagi.
Khusus penyu, di sebelah Pulau Runduma terdapat pulau kecil yang sama sekali tidak berpenghuni. Di pulau tanpa nama, rakyat Runduma membiarkan penyu-penyu bertelur.
Untuk mengawasi perkembangbiakan penyu, pengawas dari Taman Nasional Wakatobi setiap bulan melakukan kunjungan. Tujuannya untuk melihat, sekaligus menghitung pertambahan populasi penyu di sekitar pulau tersebut.
Sebelum pegawas Konservasi Taman Nasional Wakatobi meningkatkan pengawasan di sekitar terumbu karang Wakatobi, kerap kali pengganggu dari luar Wakatobi datang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Bahkan ada yang berani melakukan pembiusan dengan kompresor.
Mereka menyelam hingga ke dasar karang menebar bius dan membunuh ikan dan biota laut lain. Akibat perbuatan tersebut, terumbu karang rusak. Ikan-ikan yang belum saatnya dipanen mati terkena bius ikan.
Menurut Siwa, warga Desa Runduma, yang melakukan pengembomam, pembiusan dan perburuan telur penyu dan sekaligus penyunya adalah warga di luar Pulau Runduma.
"Namun, kami warga Runduma yang kerap dituding melakukan itu semua. Padahal bukan kami, melainkan orang luar yang datang merusak terumbu karang," kata Siwa.