Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Borek dan Lahmacun

Kompas.com - 21/04/2008, 09:53 WIB

Kalau di Indonesia baru beberapa tahun belakangan ini muncul beberapa restoran fine dining yang menyajikan masakan Indonesia – seperti Mera Delima, Kembang Goela, Tiga Nyonya, Bunga Rampai, Harum Manis – di Turki rumah makan seperti itu sudah lama ada dan jumlahnya pun sangat signifikan.

Salah satu contoh adalah “Daruzziyafe” di dekat Masjid Sulaeman. Di dalam buku-buku panduan wisata selalu ditulis bahwa “Daruzziyafe” adalah restoran tertua di Turki. Sebetulnya, pernyataan itu kurang tepat. Bangunan-bangunan di samping Masjid Sulaeman itu dulunya adalah dapur umum untuk menyediakan makanan bagi rakyat yang kurang mampu. Ruang makan yang sekarang menjadi restoran “Daruzziyafe” itu dulunya adalah sasana andrawina (banquet hall) bagi pengurus masjid untuk menerima tamu kehormatan dengan jamuan santap.

Masjid Suleyman sudah berusia 450 tahun, dibangun oleh Sultan Suleyman – yang terkaya di antara semua sultan Turki. Maka, tentu saja “Daruzziyafe” pun sudah setua itu usianya. “Daruzziyafe” dan beberapa restoran fine dining di Turki dengan bangga menyebut bahwa menu mereka asli mengikuti menu favorit para sultan di masa Kesultanan Ottoman yang jaya. Kejayaan arsitektur masa lalu menemukan fungsinya yang lebih modern di masa sekarang.

Hidangan favorit di “Daruzziyafe” adalah sup suleyman (suleymaniye corbazi) yang dibuat dari kacang lentil merah. Sup ini memang dulunya merupakan kesukaan Sultan Suleyman. Hidangan andalan lainnya adalah keskekli kebab (veal kebab di atas bulgur kukus. Di sebelah “Daruzziyafe” ada sebuah kedai teh tradisional yang sangat menyenangkan untuk nongkrong sambil tawaria.

Kunjungan ke Istana Topkapi juga menunjukkan adanya dapur istana yang sangat besar, dengan peralatan yang lengkap dan canggih. Ini semua membuktikan tingginya nilai pusaka kuliner Turki yang hingga kini masih dipertahankan. Para Sultan Turki di masa lalu memang merupakan patron utama yang menjaga budaya kuliner Turki yang kaya raya.

Coba kita lakukan reality check pada diri kita sendiri. Bukankah begitu banyak pusaka kuliner kita yang hilang begitu saja? Istana Sultan Maimoon di Medan, misalnya, masih menyisakan sangat sedikit pusaka dan tradisi kuliner, sementara sebagian besar telah hilang. Begitu pula kraton-kraton di Jawa. Tradisi dandangan yang masih diselenggarakan di Karaton Surakarta Hadiningrat beberapa tahun yang lalu mungkin akan hilang pula karena yang tahu menyelenggarakannya sekarang justru telah “tersingkir” dari lingkungan kraton.

Baik di kelas murah-meriah maupun di kelas fine dining, kuliner Turki memang dijaga oleh stakeholders (pemangku kepentingan) yang sadar apa artinya kuliner dalam budaya mereka, serta juga manfaat ekonominya bagi pariwisata Turki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com