Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayur 'Banci', Pudarnya Pesona Betawi

Kompas.com - 21/04/2008, 14:31 WIB

"Sayur ini bumbunya banyak sekali. Soto bukan, gule bukan, kare juga bukan. Jadi karena rasanya campur-campur, nggak jelas kayak banci," kata Fahmia Anggraini, menjelaskan alasan kenapa dinamakan Sayur Babanci di gerai makanannya di Taman Mini Indonesia Indah, Sabtu (19/4).

Babanci sendiri, artinya kebanci-bancian. Sayur tradisional Betawi ini, sangat jarang ditemukan di masa kini. Apalagi di restoran-restoran Betawi atau masakan Indonesia, dijamin anda tidak akan menemukan si jadul ini.

Konon, sayur ini pada masa kejayaannya, hanya disajikan khusus untuk orang-orang Betawi yang mempunyai status sosial tinggi, seperti bek betawi alias mandor. Tak heran, jika hanya segelintir orang yang mampu memasak menu Betawi kota ini.

Salah satunya adalah keluarga H. Buchori. Resep istimewa ini diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Kini, tinggal dua orang dari keluarga ini yang piawai memasak sayur berkuah jingga ini, seorang diantaranya, Hj. Siti Masfufah, yang saya temui siang itu, di tengah-tengah Festival Kuliner Nusantara dalam rangka ulang tahun ke 33 TMII.

Ia menuturkan, dibutuhkan waktu satu minggu untuk mengumpulkan bahan-bahan si 'banci' ini karena langka dan susah didapat. Beberapa adalah temu mangga, kedaung, bangle, adas dan lempuyang. Wow, susah membayangkan semua bahan itu masih dipakai untuk masakan jaman sekarang.

"Masaknya juga lama, sekitar empat jam. Jadi bikin orang males membuatnya, karena bikinnya nggak gampang," jelas Masfufah.

Mendengar semua cerita menarik tentang sejarah sayur ini, lidah siapa yang tidak tergoda untuk mencicipinya? Saya pun langsung memesan seporsi babanci.

Selain bumbu-bumbunya yang jadul, isinya juga tidak biasa, yakni, kelapa muda dan daging yang diambil khusus dari kepala sapi. Tak jelas, kenapa musti kepala sapi. Para pembuat sayur ini juga hanya menggelengkan kepala ketika saya tanya, tanda tidak tahu jawabannya.

Wujud fisik sayur ini mirip dengan gule, jingga dan bersantan. Daging sapi dipotong dadu kecil-kecil, dengan lembaran-lembaran daging kelapa yang tipis-tipis. Aroma santan yang wangi bercampur rupa-rupa bumbu dapur, benar-benar menggoda hati.

Meski didominasi oleh santan, tetapi kuahnya tidak terlalu kental dan lebih segar dari kuah gule. Perpaduan antara bumbu-bumbu dan kelapa menghasilkan rasa yang seimbang antara manis dan gurih dengan aroma rempah yang kuat.

Dagingnya juga dimasak hingga empuk hingga bumbu meresap. Potongan-potongan kelapa muda juga memberi pesona tersendiri pada sayur tempo dulu ini. Mmm...nyam-nyam. Unforgettable food!

Babanci adalah contoh dari masakan tradisional Indonesia yang terlupakan di tengah derasnya globalisasi kuliner yang merambah tanah air. Syukurlah, masih ada orang-orang yang berusaha mempertahankannya, seperti keluarga H. Buchori.

Puas mencicipi kuliner jadul tanah Betawi, saya berganti dengan makanan-makanan daerah lain yang tersedia di area ini. Soto Kwali dari Solo, Lontong Kupang dari Surabaya, Nasi Kucing dari Yogyakarta, Lapis susu dari Bangka Belitung, Jajanan Pasar dari Jawa. Semuanya menarik dan enak di lidah.

Sebenarnya, masih banyak masakan yang tersedia di acara ini. Tetapi, perut rasanya sudah penuh dan mau meledak. Masih ada Kambing Bakar Madu, Mie Aceh, Kue Delapan Jam dari Palembang dan lain-lain.

Tetapi, saya tidak khawatir. Toh, ada kartu nama mereka di kantong. Jadi, kali lain saya bisa menyambangi masakan-masakan ini satu- satu, langsung dari dapurnya. Oke nggak?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com