Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (67)

Kompas.com - 06/06/2008, 05:02 WIB

Air mata terus mengalir di pipinya. Tetabuhan yor-yor tak berhenti. Kata-katanya yang sendu semakin menggugah emosi. Tak hanya kelin yang menangis, ibu mertuanya pun, yang sudah tua dan bungkuk, tak kuasa menahan air mata ketika menggendong sang menantu erat-erat.

Ketika semua hadiah sudah dihibahkan, dan entah sudah berapa ratus salom-salom yang dibungkukkan oleh sang pengantin, upacara ini diakhiri dengan memanjatkan doa. Kelin dan semua tamu wanita menengadahkan tangan, dan doa berbahasa Arab dibacakan, diakhiri dengan meraupkan tangan ke wajah sambil berseru bersama-sama, "Amin!!!"

Yor-yor mengalun lagi, kelin diarak menuju pintu rumah. Untuk terakhir kalinya, kelin memberikan salom-salom. Tiga kali ke depan, tiga kali ke samping kanan, tiga kali ke samping kiri. Kelin berjalan mundur, kaki kanan masuk ambang rumah terlebih dahulu. Pintu ditutup. Sang pengantin wanita sudah resmi menjadi bagian dari rumah ini.

Saya menyaksikan hadiah-hadiah yang dihujankan kepada kelin selama acara salom-salom. Tidak murah tentunya. Tetapi sebenarnya adalah keluarga mempelai wanitalah yang lebih banyak menghabiskan uang untuk pesta pernikahan.

Sep, atau mas kawin, membuat pusing orang tua yang punya banyak anak gadis. Menikahkan anak gadis, bukan hanya berarti memberikan putri kepada orang lain, tetapi juga harus mengeluarkan banyak uang untuk membayar mas kawin. Anggapannya, semakin besar mas kawinnya, semakin tinggi kedudukan si gadis nanti di keluarga suaminya, dan semakin berkurang perlakuan semena-mena di rumah barunya nanti.

Keluarga miskin menghabiskan sekitar 5 juta rupiah untuk menikahkan seorang anak gadis. Yang kaya sampai ratusan juta. Punya anak gadis memang tak mudah. Tak heran orang Uzbek bilang, "Pintu surga terbuka lebar bagi orang tua yang sedikitnya punya tiga anak gadis sekaligus membesarkan dan menikahkan mereka semua."

Air mata kelin, adalah air mata seorang wanita yang terpisah dari rumahnya, memasuki rumah baru yang asing sama sekali baginya. Kehidupan yang baru mulai dijalani hari ini, dengan seorang pria yang tidak begitu ia kenal. Di desa-desa tradisional Uzbekistan, kawin pilihan orang tua ala Siti Nurbaya masih cukup umum.

Tidak seperti kelin yang menangis sedu sedan, sang pengantin pria justru tertawa senang menemani tamu-tamu pria minum teh hijau yang mengalir tanpa henti dari poci. Sedari tadi ia beredar bersama tamu-tamu, menemani bersantap.

            "Siapa nama kelin-nya?" saya berbisik di telinga pengantin.
            "Ssst.... itu rahasia. Nama kelin tidak boleh diumumkan dan didengar tamu pria, sebelum acara nanti malam."

Kedua mempelai memang tidak bersanding. Kuyov hanya bersama tamu pria, dan kelin dengan para wanita. Piring-piring berisi nasi plov hangat dengan irisan daging kambing diedarkan ke hadapan para tamu. Plov, yang menjadi makanan nasional Uzbekistan ini dan dimasak dalam wajan-wajan raksasa berdiameter hampir satu meter, memang tidak pernah absen dari acara pernikahan mana pun.

Tuy, pernikahan tradisional Uzbekistan ini, bukan hanya membuat saya mencicipi keramahtamahan Lembah Ferghana, tetapi juga membuka mata tentang kuatnya tradisi Islam yang indah mewarnai pernik-pernik kultur daerah ini. Senyum kuyov yang memamerkan deretan gigi emasnya, air mata kelin yang mengalir dari balik cadarnya, denting-denting lagu Yor-yor yang mengiris perasaan, nasi plov yang diaduk dalam wajan raksasa, dan bocah-bocah kecil yang berlarian riang, adalah kenangan manis dari Margilan, kota tua yang telah melintasi dua ribu tahun perjalanan sejarah.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com