Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (79)

Kompas.com - 24/06/2008, 08:46 WIB

Demikianlah seminggu saya di Iran dilewatkan hanya dengan kegelisahan dan panjatan doa-doa, demi visa Turkmenistan ini, visa negara yang hanya hidup dalam imaji.

Delapan hari berselang, saya datang kembali ke Kedutaan Turkmenistan tercinta ini, membawa harap, ragu, cemas, dan gelisah. Sejatinya kedutaan buka pukul 9. Sudah belasan orang Iran berbaris di depan jendela mungil yang biasanya mengurung seorang pria tak berwajah di baliknya. Tetapi jendela itu tak terbuka. Hanya sebuah papan kayu yang memisahkan kami, para pemohon visa yang malang, dengan sebuah dunia imajinatif Turkmenistan di balik sana.

Sumpah serapah mulai mengalir, ketika arloji menunjukkan pukul 10. Jendela itu masih setia dalam kebisuannya. Para pemohon visa ini kebanyakan adalah supir truk yang hilir mudik perbatasan untuk mengangkut barang dagangan. Mereka mengajukan visa 6 bulan, multiple entry, yang surat undangannya saja sudah seharga 300 dolar. Golongan kedua pemohon visa adalah para pebisnis, mengajukan visa satu bulan, yang harganya 91 dolar ditambah 100 dolar untuk surat undangan. Hanya saya saja yang turis, mengajukan visa yang hanya 5 hari, dengan pengorbanan dirundung beban batin selama seminggu penuh.

Jarum jam menunjukkan pukul 10:45, jendela kayu itu mulai bergeser. Sebuah jari mengetuk-ngetuk papan meja, dan paspor-paspor pun berbaris penuh takzim.

Ketika sampai giliran saya, yang resah gelisahnya sudah melebihi Obbie Mesakh yang melihat barisan semut merah, suara manusia tanpa wajah di balik jendela sana tiba-tiba terdengar begitu merdu.

"Pengajuan visa kamu sudah OK!"
Saya membayar 31 dolar, menyerahkan formulir lengkap dengan fotokopiannya, foto diri dan fotokopi paspor.

"Datang lagi besok untuk ambil paspor," kata suara itu, yang entah kenapa hari ini terdengar jauh lebih lembut daripada sutra Margilan. Saya merasa sudah terbang di awang-awang.

Hari ini adalah kali keempat saya mengunjungi kedutaan Turkmen. Saya sudah hapal di luar kepala seluk beluk gang, hapal rumah-rumah yang berbaris di sini, dan saya yakin kemahiran saya naik angkutan umum di kota Iran sudah cukup untuk menulis buku panduan berjudul "Teknik Jitu Menemukan Kedutaan Turkmenistan".

Visa Turkmenistan, stiker sederhana dengan coret-coretan tangan yang semrawut, sudah tertempel di lembar paspor saya. Tak ada hal yang lebih menggembirakan dari ini, tak ada pelepasan yang lebih melegakan dari ini, besok saya sudah bisa melangkah menuju ke Turkmenistan, sebuah negeri antah berantah yang terus bercokol dalam angan.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com