Saya teringat Kazakhstan yang juga merayakan datangnya masa-masa gemilang, memilih Altyn Adam, sang Manusia Emas, sebagai lambang kemakmurannya. Manusia Emas Kazakhstan berasal dari zaman prasejarah, patung tentara perang dari empat ribu keping emas murni dari abad ke-5 SM. 'Manusia emas'-nya Turkmenistan berasal dari masa kini, sang pemimpin Saparmurat Turkmenbashi pembawa pencerahan dunia dan pengantar abad emas kepada rakyat Turkmen.
Kazakhstan dan Turkmenistan, dua negeri yang paling beruntung di Asia Tengah, dilimpahi sumber minyak dan gas, memilih jalan hidup yang sama sekali berbeda. Kazakhstan dengan bangga menjadi kapitalis. Turkmenistan masih ingin bernostalgia dengan masa lalunya yang serba sentralisme.
Rita si pegawai perbatasan sama sekali tidak tertarik dengan gaji tinggi yang dinikmati warga Kazakhstan.
"Apa gunanya gaji besar kalau sepiring makanan harganya 5 dolar? Enakan di sini. Semua gratis."
Ashgabat, memang kota cinta. Saya melihat kecintaan pada abad emas, kecintaan kepada Ruhnama, dan kecintaan tiada bandingan bagi sang Turkmenbashi.
Tetapi gambar cantik Ashgabat berangsur-angsur sirna ketika saya melintasi gang-gang kecil di belakang barisan gedung pualam. Di balik kemegahan gedung-gedung modern dan gemerincing air mancur sepanjang jalan, ada rumah-rumah tua yang berbaris dalam kekumuhan, seakan menantang gedung-gedung putih dan patung emas Turkmenbashi yang menaungi seluruh penjuru kota.
Di sini ada sebuah dunia yang lain, berjalan paralel dengan kegemilangan abad emas. Di tempat ini, abad emas adalah fantasi yang masih ribuan tahun cahaya jauhnya. Meskipun bayang-bayang patung emas masih jatuh di sini, meskipun gemerincing air jernih dari kolam pualam masih terdengar dari sini, rumah-rumah kumuh ini adalah dunia Turkmenistan yang disembunyikan di bawah karpet.
(Bersambung)
____________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!