Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Tahun di Jakarta Cuma Tahu Perahu Eretan

Kompas.com - 06/07/2008, 17:51 WIB

LIMA tahun sudah Hendra menjadi penarik perahu eretan di Kali Ciliwung, yang membelah jalan Gunung Sahari dan Pasar Baru Timur, Jakarta Pusat. Perantau asal Brebes, Jawa Tengah berusia 20 tahun itu, setiap dua bulan sekali kembali ke ibu kota, menjalani hidupnya selama satu bulan penuh di atas perahu eretan.

Hendra menjadi pekerja Sukim, pemilik perahu yang dijalankannya. Penghasilannya, Rp 300 ribu sebulan. Jakarta, bagi Hendra hanya seputar perahu eretan. "Saya enggak kemana-mana. Disini aja (perahu). Yang kerja disini ada 2 orang. Gantian, sebulan-sebulan. Nungguin eretan aja, enggak bisa kemana-mana. Jakarta, taunya ya cuma perahu eretan. Jalan-jalan nanti duitnya habis," kata Hendra sambil tertawa.

Tiga puluh hari, dari pagi berganti siang, siang berganti sore, sore berganti malam, dihabiskannya diperahu itu. Dua buah bantal butut, menjadi alas tidurnya. Sebuah kotak kayu, menjadi tempat pakaiannya. Disudut perahu, terlihat sebungkus deterjen dan krim anti nyamuk.

"Mandi, nyuci, numpang aja di MCK. Jemur baju di perahu, tidur di perahu. Habis, kalo buat ngekost ya duitnya habis juga," cerita Hendra dengan logat ngapaknya yang kental.

Setiap harinya, Hendra melayani warga yang akan menyeberang dari Pasar Baru Timur menuju ke Gunung Sahari, dan sebaliknya. Ongkos Rp1000, atau sesukarela penumpang memberi. Pendapatan yang disetorkan menjadi tak menentu.

Berapapun total pendapatan sebulan, ia hanya mengantongi Rp300 ribu. Sisanya, disetor ke pemilik perahu, yang merupakan tetangganya di Brebes. "Kalo banjir, bisa enggak dapet apa-apa. Apalagi sekarang, berkurang jauh penumpangnya," ujar dia.

Pemuda tak tamat SMA itu mengaku, meski penghasilan tak seberapa, ia bersyukur bisa mendapat penghasilan tiap bulannya. Jika kembali ke kampung, Hendra hanya membantu orang tuanya bertani.

"Lumayanlah. Memang enggak seberapa. Tapi daripada nganggur di kampung, nggak dapet apa-apa," katanya.

Suka duka hidup di perahu, menjadi cerita sendiri bagi Hendra. Tak enaknya, kata dia, tak bisa menonton televisi. Harinya hanya dihabiskan dengan mengeret dan bertukar cerita dengan para pencari kehidupan di kawasan Gunung Sahari. Lainnya?

"Nyamuknya luar biasa banyaknya. Bau sungainya juga lumayan, hahaha...Kalo hujan, siap-siap aja bocor. Tuh, atapnya udah bolong-bolong, belum ada perintah mbenerin dari juragan," tuturnya.

Jujur. Itu modal Hendra. Ia mengaku, tak pernah menggunakan uang pendapatan sebulan untuk kepentingan lain, diluar pengetahuan juragannya. Untuk makan pun, ia menghabiskan duit sesuai jatah yang diberikan.

"Kadang pengen nyoba makan bebek di depan itu (menunjuk sebuah rumah makan khusus olahan bebek). Tapi mahal. Kalo mau nilep bisa, tapi enggak ah. Modal saya jujur aja, mbak," kata Hendra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com