Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (89)

Kompas.com - 08/07/2008, 07:52 WIB

Saya hanya bisa tersenyum kecut ketika bocah-bocah Turkmen melintas dengan kereta mungil, yang membawa para penumpangnya berkeliling kota dan melihat kemajuan negeri yang diselimuti semangat ‘Abad Emas’.

Taman bermain futuristik yang luasnya 60 hektar dan menghabiskan dana 50 juta dolar bukan hanya membawa tawa ceria anak-anak. Ada ratusan penduduk Ashgabat yang harus kehilangan tempat tinggal gara-gara proyek-proyek penuh kejutan Sang Turkmenbashi. Tengoklah kota Ashgabat yang bertabur gedung-gedung pualam, taman-taman hijau menghampar, air mancur yang bergemericik menggemakan kemakmuran. Sekarang bayangkan, 15 tahun lalu, semua kemegahan ini adalah perumahan dari kota kecil di ujung negeri adikuasa Uni Soviet, di mana apartemen dan rumah-rumah tua berderet-deret. Sekarang, ke manakah orang-orang itu pergi?

Turkmenbashi tak perlu diajak berdiskusi tawar-menawar kalau soal pembangunan, rekonstruksi, dan pengejahwantahan Abad Emas. Semuanya datang seperti mukjizat Candi Loro Jonggrang. Hari ini ide, besoknya penduduknya dikosongkan secara paksa, besoknya lagi bangunan megah sudah berdiri. Demikianlah Ashgabat berganti wajah setiap harinya. Ada yang gembira ria, menerobos angin dengan kereta roller coaster yang menerbangkan ke awang-awang Ashgabat. Ada pula yang dalam semalam langsung turun pangkat menjadi tuna wisma, karena rumahnya dikorbankan untuk kepentingan umum, kepentingan nasional.

Apakah Turkmenbashi pernah punya istri yang bercita-cita membangun sebuah taman lain bernama Taman Mini Turkmenistan Indah yang mengoleksi segala macam kekayaan budaya dan khasanah perabadan zamrud padang pasir, lengkap dengan peta buatan Turkmenistan ukuran jumbo yang bisa dijelajahi para pelajar yang penuh rasa ingin tahu?

Tak perlu itu pun, Turkmenbashi sudah punya ide-ide fantastis seperti membangun istana es (di tengah panasnya padang pasir Turkmenistan!) dan tangga menuju surga (yang harus didaki para mentri di kabinetnya untuk berlatih jantung sehat, sedangkan Turkmenbashi cukup menunggu di puncaknya dengan naik helikopter). Semuanya membuat kita takjub, takzim, kagum. Tetapi jangan lupa, di balik proyek-proyek fantasi itu, ada air mata penduduk yang terpinggirkan dari dunianya.

“Negara kamu juga punya diktator? Di negara kamu, orang-orang juga bisa diusir paksa oleh pemerintah?” kakek tua pemilik rumah tempat saya menginap bertanya serius.

Si kakek, yang rumahnya tak jauh dari Disneyland ini, juga takut nasib yang sama akan menimpanya suatu hari nanti, seperti tetangga-tetangganya yang sekarang sudah menghilang entah ke mana. Setiap hari dilalui dengan was-was, tanpa tahu kapan pemerintah tiba-tiba punya ide fantastis apa lagi, yang akan dibangun di atas tanah tempat tinggalnya sekarang.

Ini adalah dunia yang penuh dengan fantasi. Mimpi-mimpi indah bersama tokoh-tokoh khayal peradaban agung bangsa Turkmen kini menjadi nyata, menjanjikan tawa riang generasi muda Turkmen, generasi abad emas, manusia paling beruntung di muka bumi.

Tetapi dunia tak seindah fantasi, yang berdiri di atas rintihan rakyat kecil yang dikorbankan secara massal.

 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com