Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perginya Sang Juru Masak...

Kompas.com - 23/08/2008, 10:07 WIB

Sambil menyeka air mata, Johan Rondonuwu (64) sesenggukan menirukan kalimat terakhir anaknya, Nguni Toka ”Joy” Rondonuwu (30), korban kecelakaan pesawat MD-82 Spanair di Bandara Internasional Barajas, Madrid, Spanyol, Rabu. ”Kali ini nyanda mo lama-lama bekerja, langsung pulang. Kalo so sampe, nanti Joy kase kabar pa papa deng mama,” katanya.

Percakapan telepon Johan dengan anaknya, Joy, panggilan akrab korban, terjadi saat anaknya berada di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (19/8) sore, saat akan terbang menuju Madrid.

Janji Joy untuk tidak berlama-lama bekerja di luar negeri seolah digenapi, tetapi Johan harus menerima kenyataan pahit. ”Joy butul nyanda lama, mar pulang so jadi mayat (Joy benar tidak lama, tetapi pulang sudah menjadi mayat),” kata Johan terbata-bata.

Rumah Joy di Kelurahan Kiniar, Tondano Timur, Minahasa, Jumat pagi, dipenuhi kerabat dan tetangga. Rumah kayu yang berada di pinggiran Danau Tondano itu terasa sempit dengan khalayak yang menyampaikan turut berdukacita kepada keluarga.

Di dalam rumah berkumpul kedua orangtuanya, Johan dan Syulce Mainsiouw (60), serta empat kakak kandung korban, termasuk Man Wonor Rondonuwu, saudara kembar korban.

Jumat siang, Johan dan Syulce diambil darahnya oleh petugas medis Kepolisian Daerah Sulawesi Utara. Sampel darah Johan dan Syulce akan dikemas untuk dikirim ke Spanyol. Ini berkaitan dengan pemeriksaan jenazah korban, mencocokkan DNA korban dan orangtuanya.

Sementara itu, Man Wonor dan kakaknya, Samerot Rondonuwu, sibuk mengurus tiket keberangkatan ke Jakarta. Mereka gelisah karena hampir semua penerbangan dari Manado ke Jakarta, Sabtu pagi, penuh. Kalaupun ada, tiketnya cukup mahal. ”Kami cari yang murah, tetapi tidak ada lagi. Semua tiket ke Jakarta di atas Rp 2 juta,” kata Man.

Johan mengaku tidak ada firasat atas kepergian putra bungsunya. Dia hanya mengaku cukup heran, saat malam menjelang musibah, tiga sepeda motor yang lewat di depan rumahnya jatuh. ”Saya anggap hal biasa karena jalan di depan rumah memang berlubang,” katanya.

Man Wonor, saudara kembar Joy, menceritakan kegelisahannya malam sebelum berita pesawat yang ditumpangi Joy jatuh. Man mengatakan, tidak biasanya ia menyendiri sambil membakar rumput di depan rumahnya sampai larut malam.

Johan mengatakan, Man dan Nguni lahir di kota Tomohon, 14 Desember 1977. Nama kedua saudara kembar itu dipenggal dari nama burung Manguni, lambang Kabupaten Minahasa. Sementara toka artinya di puncak, wonor artinya di bawah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com