Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (17): Patah Semangat

Kompas.com - 26/08/2008, 08:26 WIB

Di manakah lagi keberanian dan semangat pantang menyerah yang saya bawa dari Beizing hingga ke tempat ini?

Sebuah email dari Steven Kusnadi, seorang backpacker Indonesia yang sudah menjelajah Tibet tahun sebelumnya dan menjadi ‘Guru’ traveling saya, seperti membangunkan hati saya yang tertidur dengan gerojokan air dingin:

          “Gua hitchhike dari Kailash sampai Shigatse. Di sana gua nginep sehari, dan banyak orang juga yang nginep untuk lanjutin jalan ke Everest. Biasanya bule-bule yang pakai landcruiser dari Lhasa. Terus besoknya, dari situ gua nunggu setengah hari akhirnya ketemu satu keluarga yang mau ke New Tingri dan mereka drop gua di kampung sebelah, katanya sih lebih banyak mobil dari sana ke Everest ... mahal banget ... hampir gua batalin rencana ke Everest, eh ada dua orang Jerman datang, ternyata mereka bawa truk tukang angkut batu, murah.... ”

Steven menceritakan betapa serunya petualangan menumpang kendaraan, dari Kailash sampai ke Lhasa, mampir ke Gunung Everest dengan naik truk angkut batu. Betapa susahnya perjalanan itu, tidak semulus dengan membayar ribuan Yuan lalu duduk di atas landcruiser yang nyaman bersama turis-turis bule yang berduit tebal. Betapa banyak kisah lucu dari petualangan itu. Tujuan, bukanlah yang utama dalam perjalanan. Justru perjuangan dalam perjalanan itulah yang membuatnya semakin berarti.

Semangat saya perlahan-lahan tumbuh kembali, ketika berbincang dengan para petualang China yang masih terpesona oleh nuansa asing Banakshol. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan perekonomian China, semakin banyak generasi muda China dari kota-kota besar di bagian timur yang menjelajah negeri, mencari petualangan hidup, dan yang lebih mampu lagi – merambah negeri tetangga.

Seorang pesepeda cewek, sendirian berkeliling Tibet, berkisah betapa asyiknya berkemah di tempat-tempat sepi, menyusuri jalan gunung, bergulat di tanah tinggi dengan oksigen tipis. Seorang backpacker pria, berencana ke Nepal, baru pertama kali ke luar negeri, sibuk menghafalkan kosa kata bahasa Inggris. Buku yang dipakai pun lucu sekali, kalimat-kalimat bahasa Inggris dieja dengan huruf China. ‘Selamat pagi’ jadi gu-de-mao-ning. ‘Terima kasih’ jadi sang-you. Tetapi, semangatnya belajar demi petualangan baru yang akan dihadapi, juga menular kepada saya. Ada lagi yang tak kalah hebatnya, seorang gadis Beizing yang punya hobi memanjat tembok kuil untuk menghindari karcis masuk yang mahal.

Di Banakshol saya terjatuh. Di Banakshol pulalah saya perlahan bangkit.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com