Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (18): Modernisasi

Kompas.com - 27/08/2008, 07:30 WIB

Sudah menunggu lama di bawah guyuran hujan, Kuil Jokhang tetap tak dibuka untuk umum. Ada kunjungan seorang wanita VIP dari Partai Komunis. Bukan hanya para turis yang kecewa, tetapi peziarah Tibet yang sudah menunggu dari subuh, siap dengan selendang khata, tasbih, roda doa, dan alunan mantra.

Ritual sebenarnya bukan hanya di dalam kuil saja. Dalam tradisi Budha Tibet, mengelilingi tempat-tempat suci juga bagian dari ibadah ziarah. Sekarang Lapangan Barkhor di hadapan Kuil Jokhang, titik awal dari ziarah berkeliling kuil suci, sudah modern. Toko-toko berjajar, menawarkan alat sembahyang, baju, celana jins, sampai VCD. Lintasan kora di jalan-jalan sempit sekeliling Jokhang juga sudah penuh dengan toko, restoran, bar. Negeri misterius di atap dunia kini sudah menjadi tempat turis lainnya. Tetapi modernitas di mana-mana tak menghalangi para peziarah yang khusyuk, berkeliling dengan terseok-seok, terus membaca mantra dan memutar roda doa.

Angka sensus pemerintah tahun 2000, komposisi etnik Tibet di Tibet adalah 92,2 persen. Tetapi sulit sekali mempercayai angka itu, setidaknya di Lhasa di mana restoran orang Han mendominasi. Menurut pengamatan saya, bangsa pendatang sudah hampir separuh jumlah penduduk total. Memang tidak selalu mudah menentukan mana yang pendatang mana yang orang asli karena orang Tibet sekarang juga sudah berbaju modern seperti saudara-saudarinya di Beizing. Makanan Sichuan merajai jalan utama Lhasa, selain juga barisan bar dan kafe yang semakin menarik perhatian turis yang menikmati ‘kehangatan rumah di atap dunia’. Restoran masakan Tibet malah termasuk kategori langka di ibu kota Tibet ini.

Hotel, supermarket, gedung megah Bank of China, mesin ATM, dering telepon genggam, restoran cepat saji, diskotek, warung, kafe, bar, toko suvenir, jalan beraspal, mobil mewah, adalah pemandangan di Lhasa hari ini. Gambar kuno kota Lhasa, di mana puluhan ribu biksu memenuhi jalan sempit kota misterius, sukar sekali dibayangkan sekarang. Biksu tak banyak jumlahnya. Saya melihat satu atau dua yang menyusuri jalan raya. Yang satu asyik berbicara dengan HP, satunya lagi makan sate kambing dari restoran Sichuan dengan lahap.

          “Kalau ingin melihat Tibet yang asli, mungkin tahun ini adalah kesempatan terakhir,” kata seorang backpacker asal Israel, “Karena tahun depan, kereta api dari daratan China akan diresmikan. Pendatang dari pedalaman akan lebih membanjir ke sini. Tibet akan menjadi tak beda dengan kota China lainnya.”

Pembangunan memang mengubah negeri eksotik menjadi kota modern biasa, seperti kota-kota lainnya dari abad milenium. Apakah orang Tibet berbahagia dengan kemajuan materialisme yang kini mereka nikmati? Tak mudah mendapat jawab. Di sisi lain, layakkah para pelancong menuntut negeri-negeri lain untuk tetap hidup dalam keterbelakangan, supaya tetap ‘eksotik’ dan ‘misterius’ di ujung bumi yang terpencil, sebagai taman bermain melupakan deraan hidup di dunia modern?


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER Travel] 5 Kolam Renang Umum di Depok | Barang Paling Banyak Tertinggal di Bandara

[POPULER Travel] 5 Kolam Renang Umum di Depok | Barang Paling Banyak Tertinggal di Bandara

Travel Update
8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Tips
3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

Travel Update
4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

Travel Update
Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Travel Update
10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

Travel Tips
5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

Jalan Jalan
5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

Travel Tips
Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Jalan Jalan
Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Jalan Jalan
Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Jalan Jalan
Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Travel Update
Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com