Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (22): Shigatse

Kompas.com - 02/09/2008, 07:26 WIB

Di sebelah bangunan stupa, ada Gudong atau Istana Panchen Lama. Sekarang titisan Panchen Lama ke-11 yang menjadi pemimpin spiritual tertinggi Budhisme Tibet di dalam wilayah teritorial Republik Rakyat China. Pemandu wisata menjelaskan fungsi Panchen Lama yang mengesahkan titisan Dalai Lama. Tetapi tidak semua hal diceritakannya.

Orang Budha percaya reinkarnasi. Dalai Lama, Sang Budha Hidup, Lautan Kebijaksanaan, setelah meninggal rohnya akan menitis lagi ke tubuh bayi yang baru lahir. Kemudian para biksu akan mencari ke seluruh penjuru Tibet menemukan titisan roh Dalai Lama.. Kemudian Panchen Lama yang berkuasa mengesahkan bocah yang dipercaya sebagai titisan sang Dalai. Demikian pula sebaliknya, titisan Panchen juga dinominasikan oleh Dalai Lama.

Di sinilah letak kontroversi. Dalam penentuan titisan Panchen Lama ke-11, Dalai Lama Tenzin Gyatso, menominasikan Gedhun Choekyi Nyima, seorang bocah Tibet kecil dari desa pinggiran yang tiba-tiba lenyap tanpa berita.. Dikabarkan, ia sedang berada dalam ‘perlindungan pemerintah’. Beizing, mengabaikan pilihan Dalai Lama, menunjuk Qoigyi Jabu sebagai Panchen Lama ke-11. Sang Panchen hidup di Beizing, kebetulan adalah putra anggota Partai Komunis. Istananya yang di Tashilhunpo tak ditinggali, kosong dan tertutup bagi semua pengunjung.

Kontroversi ini adalah rahasia umum. Banyak yang tahu, tetapi tak ada yang berani membicarakannya. Menggunjingkan Panchen Lama dan Dalai Lama di Tibet, di mana setiap dinding punya mata dan telinga, sama artinya mencari jalan menuju penjara. Walaupun bukan pilihan sang Dalai, umat Tibet mengamini bahwa Qoigyi Jabu adalah pemimpin suci yang harus dihormati semua umat yang patuh. Foto pria muda ini tersebar di mana-mana, diletakkan di altar, menjadi jimat pembawa keberuntungan. Sedangkan foto Dalai Lama Tenzin Gyatso dan Panchen pilihannya adalah barang tabu di seluruh Tibet. Yang menyimpan apalagi memamerkan di depan umum langsung dipenjara.

Pemandu wisata pun harus teramat berhati-hati dengan isu ini.

          “Sejak zaman Dinasti Qing, pemerintah Beizing memang berhak dan punya andil dalam mengesahkan Panchen dan Dalai Lama.” Ini adalah sejarah versi resmi pemerintah.

         “Kalau Dalai Lama yang sekarang cepat mati, masalah di Tibet akan selesai,” seorang turis menanggapi, menumpahkan kebenciannya pada Dalai yang dianggap sebagai pemecah persatuan bangsa, perusak stabilitas nasional.

Agama di Tibet bukan sekadar kehidupan spiritual. Intrik politik kental bercampur di dalamnya. Tak ada benar salah di sini, tak ada hitam dan putih. Andaikan pemerintah China tak campur tangan di Tibet, mungkin Tibet masih akan hidup dalam dunianya sendiri, pendewaan Dalai Lama, berbahagia dalam surganya yang miskin dan terbelakang. Setelah China masuk, orang Tibet ‘terbebaskan’ dari feodalisme kaum lama dan biksu terhormat, pembangunan jalan merambah desa-desa terpencil, pendidikan di mana-mana, layanan kesehatan menggantikan perdukunan, dan di sisi lain, pengaruh adat kuno dan fanatisme agama terus berkurang.

Tak ada hitam dan putih.. Tibet sudah berada di abad ke-21 menjalani takdirnya di bawah kibaran bendera merah dengan lima bintang.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com