Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (28): Air Mata

Kompas.com - 10/09/2008, 07:25 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Saya tak pernah menyesal seperti ini. Gara-gara kenaifan saya, air mata mengalir deras di pipi Donchuk.

Saya menginap di rumah Donchuk di desa Shegar, di tepi Jalan Raya Persahabatan yang menghubungkan Tibet dengan Nepal. Rumah ini dipinggir jalan raya, terletak di lantai dua, bahannya dari kayu. Di dalam rumah, ada panggung di sekeliling tungku. Semua dari kayu, warnanya gelap.

Ibu Donchuk sudah tua, tetapi tangannya masih kuat menumbuk teh mentega. Adik Donchuk sekolah di Tianjin, bisa berbahasa Mandarin dengan lancar. Pendidikan di Tibet memang terbelakang bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi di belahan timur China, tetapi ada dispensasi khusus kepada putra-putri suku minoritas sehingga mereka berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di kota yang lebih modern. Kami berbincang banyak hal. Adik Donchuk ini suka sekali daratan China, lagu-lagu Mandarin, dan orang-orangnya.

Anak Donchuk masih kecil-kecil. Satu laki-laki, satu perempuan. Orang Tibet tidak diwajibkan mengikuti ‘aturan satu anak’ seperti mayoritas etnik Han. Kedua anak Donchuk lincah, berlari ke sana ke mari, bergaya di depan kamera sambil melompat-lompat. Ada seorang perempuan pula di rumah itu. Masih muda, dari tadi kerjaannya hanya memintal benang atau membantu ibu Donchuk menyiapkan makan malam. Nampaknya ia masih berhubungan saudara dengan keluarga ini, walaupun katanya statusnya di rumah ini adalah sebagai pembantu.

Rumah panggung Donchuk sederhana. Tak ada listrik di sini. Kalau malam langsung gelap pekat, seperti seluruh desa Shegar yang ditelan kelam. Tak ada air juga. Donchuk jarang mandi. Anaknya mandi dengan air sebaskom besar saja. Kalau urusan toilet, tinggal turun ke jalan dan membuang hajat di pinggir jalan. Di sini hal yang sangat biasa.

Di bawah kelap-kelip lampu minyak, kami menikmati makan malam buah tangan ibu Donchuk. Bakmi panjang dan lebar dengan sayur-sayuran. Bukan makanan tradisional Tibet, mungkin juga khusus dimasak karena ada saya yang menginap di rumah ini.

Kemarin, sebelum saya berangkat ke Everest bersama Donchuk dan sepeda motor tuanya, saya sempat menitipkan tas ransel saya di rumah ini. Hari ini, pelayan Donchuk menyodorkan kembali tas ransel besar itu.

Betapa terkejutnya saya ketika melihat tas saya sudah berubah wujud. Talinya copot. Isinya pun sudah teracak-acak.

Donchuk pun sama terkejutnya dengan saya.

          “Tak mungkin. Tak mungkin. Shushu, periksa lagi, apa ada barang yang hilang. Periksa. Periksa.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com