Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (28): Air Mata

Kompas.com - 10/09/2008, 07:25 WIB

Ia begitu cemas. Tetapi sekarang sudah terlalu gelap, saya pun tak tahu barang apa yang kurang.

Paginya, hal pertama yang ditanyakan Donchuk apakah ada barang yang hilang.

          “Tak apa, cuma satu baju dan satu celana saja,” jawab saya dengan bodohnya.

Bagi saya kedua barang itu tak begitu berarti, dan maksud saya supaya Donchuk tak perlu terlalu memikirkan kejadian ini lagi.

Hasilnya sungguh di luar dugaan. Seisi rumah langsung kalang kabut, terobrak-abrik kedamaiannya.. Mereka mencari di kolong-kolong, membalik semua selimut, membuka lemari, mencari-cari baju dan celana kumal saya yang hilang.

           “Tak perlu dicari, tak perlu dicari, cuma baju saja. Saya tak ada masalah sama sekali,” saya berusaha menghentikan kekacuan di rumah ini.

Donchuk menangis. Matanya sembab. Air mata membasahi pipinya yang keras.

          “Shushu... Shushu... Nga ini bukan pencuri. Nga tidak pernah mencuri, barang apa pun. Nga ini orang jujur, bekerja jujur, makan jujur. Shushu...shushu coba pikir-pikir lagi, mungkin ketinggal di losmen kemarin.”

Sungguh sedih rasanya melihat keramahtamahan keluarga ini langsung berubah drastis menjadi kekacauan, penyesalan, rasa bersalah, hanya gara-gara saya tak bisa jaga mulut.

           “Shushu, kalau tak percaya, shushu geledah sendiri rumah kami. Geledah shushu, cari sendiri, buka semua lemari, periksa semuanya. Nga bukan pencuri. Kami bukan pencuri,” air mata Donchuk meleleh. Saya semakin larut dalam keharuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com