Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (44): Maling di Tengah Perayaan

Kompas.com - 02/10/2008, 06:32 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Di tengah kemeriahan perayaan Indra Jatra ini saya menangis. Ketika orang lain bersuka cita menyaksikan tarian dan permainan di bawah sinar rembulan di lapangan Hanuman Dhoka, hati saya kacau balau.

Patung seram kepala Seto Bhairab, atau Bhairab Putih, yang biasanya tersembunyi di balik kisi-kisi kayu di pinggir kuil Taleju di tengah lapangan Durbar, di hari yang istimewa ini tiba-tiba muncul. Dalam setahun, hanya pada perayaan Indra Jatra dan Dasain saja patung misterius Seto Bhairab dipertunjukkan untuk umum. Konon, ketika Raja Rana Bahadur Shah membangun patung ini untuk membersihkan daerah istana yang pernah menjadi tempat pembakaran mayat, patung Bhairab ini terlalu seram sehingga penduduk ketakutan. Akhirnya, patung ini disembunyikan di balik kisi-kisi kayu sepanjang tahun. Ada pula yang mengatakan, patung Bhairab disembunyikan karena patung ini bersimbah perhiasan dari batu berharga.

Patung kepala ini berwarna emas dengan mulut menyeringai seram dan memamerkan gigi taringnya yang tajam. Matanya ada tiga. Mahkotanya terbuat dari tengkorak manusia. Seperti Kala Bhairab – si Bhairab Hitam yang juga seram – Seto Bhairab adalah salah satu pusat pemujaan penting umat Hindu di Kathmandu. Umat datang membawa prasad (sesaji) berupa bunga dan dupa ke hadapan patung kepala seram ini.

          “Nanti malam adalah acara istimewa,” kata bocah yang bertugas menyampaikan sesaji untuk kepala Bhairab, “karena dari mulut Bhairab akan tersembur jaand.”

Jaand adalah arak lokal. Penduduk nanti akan berebutan untuk meminum jaand yang tersembur dari mulut Bhairab, untuk mendapat berkah dan keberuntungan.

Perayaan Indra Jatra adalah pemujaan bagi Dewa Indra – dewa hujan. Bhairab dan Indra dianggap sebagai dewa yang sama dalam manifestasi yang berbeda. Memuja Indra, berarti memuja Bhairab, sebagai wujud terima kasih pada dewa hujan yang mengaruniakan panen yang melimpah.

Gelap mulai membayang. Terangnya mentari diganti kelap-kelip lilin suci yang dinyalakan umat Hindu di atas tanah di depan Hanuman Dhoka. Lapangan ini ramai oleh penduduk Kathmandu yang gembira merayakan Indra Jatra.

Saya pun dilliputi keriangan yang meluap bersama dengan gegap gempita seruling dan kendang. Empat penari bertopeng dan berambut gimbal berada di tengah lingkaran kerumunan penonton. Musik tetabuhan mengalun. Mereka berputar-putar, melompat, menggelinding. Penonton bersorak, larut dalam kegembiraan festival akbar.

Tak pernah saya melihat lapangan Hanuman Dhoka seramai ini. Orang di mana-mana. Untuk menyaksikan tarian tradisional di tengah lingkaran, saya  harus berdesak-desakan. Beberapa orang penonton, tahu saya sebagai turis, memberikan jalan supaya saya bisa mencapai baris terdepan, menyaksikan acara dengan leluasa.

Tetabuhan terus bertalu. Kini datang dua penari berkostum seperti gorila, berbulu hitam lebat, bergulung-gulung ke sana ke mari. Saya sudah tak ingat apa-apa lagi, terhanyut oleh sajian mistis yang eksotis. Tarian demi tarian berganti, hingga seorang penari bertopeng mirip Bhairab, berjubah merah, berputar-putar di tengah, dikelilingi bocah-bocah bertelanjang dada yang semua memakai topeng seram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com