Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (53): Dusun Tal

Kompas.com - 15/10/2008, 11:42 WIB

          “Kami ini pejuang Maois,” pungkasnya dalam bahasa Inggris, “kami berjuang demi keadilan di negeri Nepal. Sekarang, saudaraku, lewatlah. Tak perlu membayar. Tetapi dukunglah selalu perjuangan kami. Dan, please don’t tell anybody about this.”

Saya merangkulnya dalam-dalam, menepuk pundaknya, seperti layaknya saudara seperjuangan.

Jörg tertawa terpingkal-pingkal,
          “Kamu gila! Hebat sekali! Bahkan bisa berkawan dengan Maois!”

Setelah kami melintas jalan datar seratus meter di tepi sungai yang mengalir deras, gerbang dusun Manang menyambut, “My Manang – My Shangrila”. Jantung saya masih berdegup kencang dengan pengalaman yang baru saja saya alami.

          “Jangan khawatir,” kata gadis penjaga pemondokan, “Di sini aman. Maois tidak berani ke sini. Tal sudah masuk wilayah distrik Manang, tentara pemerintah berkuasa di sini.”

Di Annapurna, Maois hanya mengincar turis asing. Mereka menyatroni pemondokan di dusun-dusun bawah, mengunjungi setiap kamar, bahkan turis tidur pun dibangunkan untuk dimintai pajak. Saya sungguh beruntung menjumpai gerilyawan Maois yang murah hati. Ada cerita turis yang sampai dibentak, dibanting barangnya, dipaksa untuk membayar sumbangan.

Dusun Tal hanyalah sekumpulan beberapa rumah batu di pinggir jalan. Bocah-bocah bermain sepak bola dengan usus kerbau yang baru disembelih. Di India, sapi adalah hewan suci dan tak boleh dibunuh. Di Nepal, sapi juga suci tetapi kerbau boleh dimakan. Jörg bercerita tentang bencana kelaparan yang melanda Nepal suatu ketika, sehingga akhirnya raja menetapkan sebuah dekrit – sapi masih hewan suci, tetapi kerbau dikeluarkan dari kelompok hewan suci, sehingga boleh dimakan penduduk.

Kalau sudah bosan sepak bola, bocah-bocah lima tahunan ini main pukul-pukulan dengan usus mengembung yang sudah berwarna hitam itu. Sungguh bahagia mereka melewatkan hari di desa terpencil di lekukan gunung ini. Berbahagia memang tak susah. Hanya kita saja yang didera berbagai ambisi dan cita-cita, terlalu penat oleh beban berat kehidupan, jadi lupa betapa kebahagiaan itu bisa diraih kapan saja di mana saja.

Sudah beberapa hari ini di dusun Tal tak ada listrik sama sekali. Gadis cantik penjaga pemondokan bercerita bahwa sejak dua hari kemarin, generator pembangkit listrik di dusun atas rusak. Kabarnya baru dua minggu lagi listrik akan menyala kembali di dusun Tal. Tetapi mereka sudah biasa hidup dalam kegelapan tanpa cahaya. Sebenarnya desa-desa di sekeliling Annapurna hanya baru-baru ini saja disentuh oleh penerangan listrik, terlebih lagi setelah turis mancanegara mulai melirik pegunungan yang ‘tak terjamah’ ini.

Ketinggian Dusun Tal menyebabkan malam hari di sini sangat dingin. Gadis penjaga pemondokan menyiapkan makan malam yang lezat sekali. Sederhana, kentang rebus. Tetapi karena perut sudah keroncongan sejak pagi, makanan ini pun terasa begitu nikmat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com