Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (73): Bom

Kompas.com - 12/11/2008, 08:23 WIB

          “Saya melihat seorang gadis mungil, terbaring bersimbah darah di atas jalan raya. Saya langsung membopongnya ke rumah sakit.”

Delapan belas korban tewas dan 60 luka-luka menjadikan rumah sakit penuh sesak dan kacau balau.

Pemuda ini kekar, kumisnya membuat wajahnya semakin gagah. Tetapi yang paling membuat saya terkesima adalah baju putihnya yang penuh bercak darah dan berbau anyir, bukti pengorbanannya.

Malam semakin larut. Polisi sudah memblokir jalan dan arus manusia, tetapi tetap saja orang-orang yang penasaran terus mengalir, mencari jalan melihat tempat kejadian sedekat-dekatnya, dan tak sedikit pula yang mencari kesempatan untuk masuk TV.

Hati saya sedih. Mengapa harus ada kejadian berdarah menjelang hari raya seperti ini? Berapa puluh keluarga yang meratapi perginya sanak saudara yang hanya pergi berbelanja? Mengapa harus membunuh rakyat sipil tak berdosa? Perempuan dan anak-anak ikut tewas. Sebagian besar korban hanya rakyat jelata yang berbelanja untuk memeriahkan hari raya, sebagian lagi adalah pedagang jalanan yang mencari sesuap nasi.

Bom tidak hanya di Paharganj. Tiga buah bom mengguncang kota Delhi pada saat yang bersamaan. Sebuah bom lain di Pasar Sarojini di selatan Delhi, setengah jam sesudahnya, menewaskan 43 orang, 28 lainnya luka-luka. Bom ketiga terjadi di sebuah bus di daerah Govindpuri, tak ada korban tewas.

Esok harinya, koran-koran ibu kota menerbitkan sebuah kisah kepahlawanan dari ledakan bom Govindpuri. Kejadian bermula ketika seorang penumpang bertengkar karena tidak mau membayar karcis bus. Penumpang itu diusir turun. Kondektur curiga karena penumpang nakal itu meninggalkan sebuah tas plastik hitam. Instingnya bergerak cepat, ia langsung memerintahkan semua orang turun dari bus itu. Kemudian dengan gagah berani, sang sopir melemparkan tas plastik hitam itu jauh-jauh. Barang dalam plastik itu memang bom. Sopir Kuldeep dan kondektur Budh Prakash, keduanya luka parah dalam kejadian itu, adalah pahlawan penyelemat jiwa puluhan manusia.

Saya masih memandangi reruntuhan rumah makan Club India, tempat favorit turis bule yang ingin mencicip makanan Tibet. Saya teringat bagaimana seorang turis Inggris yang penuh histeria berteriak di televisi, “Mengerikan sekali! Saya harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini!”

Kejadian ini membawa trauma, kesedihan, dan semakin menancapkan benih-benih kebencian. Pakistan langsung dituding sebagai dalang peristiwa berdarah yang tak terduga ini. Bahkan sampai pedagang kaki lima pun angkat bicara,
          “Keterlaluan sekali mereka itu! Kami sudah banyak membantu waktu mereka dilanda gempa bumi! Dan sekarang lihat ini, balasan yang mereka perbuat!”

Kebencian terhadap negara tetangga selalu menyebabkan Pakistan menjadi kambing hitam peristiwa berdarah di India.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com