Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arum Manis dan Gulali dari Masa Lalu

Kompas.com - 18/11/2008, 16:47 WIB

Permen, kembang gula, atau bonbon adalah camilan berbasis gula yang tak lekang oleh waktu dan tak pernah kehilangan penggemar. Dari anak-anak hingga orangtua sering kali tak mampu menghindari daya tarik kembang gula yang sangat menggoda. Kembang gula terus berkembang, termasuk dalam hal rasa. Kembang gula juga bisa dibilang sebagai penganan universal. Semua bangsa mengenalnya dalam berbagai bentuk. Kembang gula adalah lambang kegembiraan.

Tentang pembuat kembang gula yang membawa keceriaan digambarkan almarhum Samuel George Davis Jr, atau lebih dikenal sebagai Sammy Davis Jr, dalam Candy Man. Lagu inipun mendunia. Jenis kembang gula yang di masa lalu mudah ditemui di pasar malam atau di depan gerbang SD atau SMP tak lain adalah arum manis dan gulali.

Kedua jenis penganan ini berbahan dasar sama, gula pasir, namun diolah berbeda dan akhirnya menjadi bentuk yang berbeda pula. Arum manis di negeri ini — disebut cotton candy atau fairy floss di belahan bumi lain — adalah gula pasir yang diberi pewarna makanan kemudian dipanaskan sambil diputar.

Saat berputar, bilah bambu kecil ikut dalam putaran itu untuk menjaring ampas dari gula yang 'pecah' dan menjadi seperti kapas yang disangga dengan bilah bambu tadi. Barangkali banyak yang belum tahu, bahwa kembang gula kapas ini sebenarnya sudah dikenal bangsa Italia sejak sekitar abad ke-15. Pada abad ke-19, pembuat kembang gula William Morrison dan John C Wharton menciptakan mesin peleleh gula pasir menggunakan gaya sentrifugal untuk mendorong penciptaan kapas-kapas gula.

Selain arum manis, gulali adalah makanan serba gula yang mengingatkan kita pada masa kanak-kanak. Gulali lebih mirip lolipop, meski tentu dengan rasa yang berbeda. Gulali 100 persen terbuat dari gula pasir yang dilelehkan dalam wajan besar dan kemudian dijual menggunakan wajan kecil, dibawa berkeliling dengan pikulan. Penjual bisa membuat gulali menjadi bentuk apa pun, seperti pesawat terbang, bebek, bunga, dan lainnya. Perbaiki mesin Di Jakarta dan sekitarnya, sudah sulit menemukan kedua jenis kembang gula tadi.

Beruntung, akhir pekan lalu, Warta Kota menemukan dua pedagang kembang gula itu di halaman Taman Fatahillah, Jakarta Barat. Mereka ikut dalam acara Atraksi Wisata Kota Tua (AWKT) 2008. Meski kedua pedagang, yakni Salim dan Dadang, bukanlah pedagang yang turun-temurun, setidaknya mereka menjual cemilan masa lalu yang sudah dikenal orang secara turun-temurun.

Salim, pedagang arum manis, sehari-hari masih bisa ditemui di depan sekolah Marsudirini, Matraman, Jakarta Timur. Satu bungkus arum manis dijual Rp 2.000. Rasa manis dengan tekstur lembut langsung menari-nari di lidah. Sebuah rasa dari masa lalu. Pria asal Bumiayu, Jawa Tengah, ini memang belum lama berdagang arum manis tradisional. Ia baru memulai sekitar empat tahun lalu, sepulang dari Papua sebagai buruh bangunan. Tapi karena keahlian di bidang listrik, maka sepulang dari Papua ia memperbaiki cara kerja mesin pembuat arum manis lantas berdagang menggunakan mesin ala Salim.

Sementara itu Dadang, asal Garut, sudah berdagang gulali selama lima tahun. Sehari-hari ia mangkal di TK Al Abidin, Pondokbambu. "Makanan begini biasanya yang suka, ya anak-anak. Kadang-kadang juga orang dewasa," katanya. Meski tidak ada pendahulunya yang berdagang gulali, ia tahu betul gulali adalah makanan tempo dulu yang juga biasa ia makan di waktu kecil. Selamat bernostalgia!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com