Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (101): Dua Dunia

Kompas.com - 23/12/2008, 07:31 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Mumbai adalah dua dunia yang hidup bersama, kontras-kontras yang saling berpadu, membentuk sinergi warna-warni kehidupan yang dinamis, energik, namun juga penuh derita dan air mata.

Tak seharusnya saya mengeluh terlalu banyak dengan penyakit kuning yang saya derita. Setidaknya saya masih bisa tidur di atas kasur, minum air gula banyak-banyak, berjalan-jalan, memotret, dan segala kenikmatan lain yang mungkin hanya mimpi bagi para gelandangan yang tidur beralas kertas karton di trotoar.

Saya tinggal di daerah Colaba di selatan Mumbai atau Bombay. Daerah ini hiruk pikuk. Gedung megah berarsitektur kolonial berbaris rapi. Jalan beruas-ruas, sempit, digerayangi mobil-mobil mewah. Orang-orang Mumbai yang berlalu lalang berpacu dengan modernitas. Tak sedikit perempuan yang bermake-up tebal, memakai baju dengan mode terkini. Yang pria pun bertubuh kekar, berpakaian ketat, seperti bintang Bollywood. Imej India yang ditemukan dari film-filmnya memang ada di sini.

Tetapi, di distrik yang sama, di tempat di mana orang-orang kelas atas berlalu lalang membeli pakaian terkini dan makanan menu internasional, hidup pula kelompok manusia kelas bawah. Ada ibu dan tiga anaknya yang terpejam pulas di trotoar. Ada pula yang tidur di atas kereta dorong kaki lima. Air liur mengalir di pipi pria muda ini, ia larut dalam mimpi indahnya. Saya tak bisa menghitung lagi berapa orang tidur yang saya temui sepanjang jalan.

Tetapi yang paling membuat miris adalah seorang bayi perempuan, dengan dahi beroles tika bundar warna hitam, pulas di balik selimut merah yang indah. Tangannya yang mungil berhias gelang-gelang cantik. Bajunya bersih. Wajahnya manis, damai. Kecantikannya adalah ironi, karena ia terbaring seorang diri di atas trotoar, di pinggir rongsokan besi di tepi jalan. Ratusan kaki-kaki lalu lalang sepanjang hari, namun tak ada yang menyempatkan berhenti. Pemandangan seperti ini sudah terlalu lazim di sini.

Bayi yang dibuang, ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya, sudah bukan berita lagi di surat kabar India. Namun, baru-baru ini saya membaca sebuah berita tentang bayi laki-laki yang dibuang di Bihar. Masuk berita karena pembuangan bayi laki-laki merupakan ketidaklaziman. Yang umumnya yang dibuang adalah bayi perempuan.

Stigma sosio-kultural India membuat anak perempuan kurang disukai. Mempunyai anak perempuan berarti harus menanggung beban berat untuk menikahkannya di kemudian hari, dengan membayar uang dowry atau jehez yang jumlahnya sampai berjuta-juta. Keluarga miskin yang sudah menjerit karena deraan beban hidup memilih jalan pintas, membuang bayinya begitu saja. Toh di negeri yang miliaran penduduknya ini, mencari orang tua bayi yang terbuang lebih susah daripada mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Peraturan pemerintah India sudah melarang rumah sakit untuk melakukan praktik pemeriksaan jenis kelamin bayi dalam kandungan. Penyebabnya juga sama. Banyak orang yang cenderung akan melakukan aborsi begitu tahu bayinya perempuan.

Air mata saya hampir menetes melihat bayi mungil ini. Ia tak sendiri. Ada jutaan bayi bernasib sama, terlahir tanpa tahu siapa orang tua yang hanya membekalinya dengan selimut merah, baju baru, dan setitik tika.. Tetapi kaki-kaki yang lalu lalang terus melintas tanpa henti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Travel Update
5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

Jalan Jalan
5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

Hotel Story
Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Jalan Jalan
5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

Travel Tips
Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Travel Update
6 Tips Aman untuk Anak Saat Bermain di Pantai

6 Tips Aman untuk Anak Saat Bermain di Pantai

Travel Tips
Ketentuan Bhikku Saat Thudong, Boleh Makan Sebelum Pukul 12 Siang

Ketentuan Bhikku Saat Thudong, Boleh Makan Sebelum Pukul 12 Siang

Hotel Story
Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

Hotel Story
Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

Travel Update
10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

Jalan Jalan
Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

Travel Update
Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

Travel Update
Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Travel Update
Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com