Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/12/2008, 05:59 WIB

Bubur suro dan uba rampe yang dihadirkan kemudian tampil sebagai alat atau check list untuk memudahkan proses refleksi dan resolusi yang kita lakukan. Sudahkah kita punya tekad yang kuat untuk bekerja? Sudah benar dan bersihkah landasan tekad kita? Apakah pekerjaan kita sudah mengharumkan lingkungan kita? Apakah semua itu telah menghasilkan buah yang nyata? Bila belum, ayo kita perbaiki untuk tahun berikutnya.

Di kalangan umat Islam, juga dikenal Tradisi Karbala yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Ini adalah sebuah tradisi yang jamak dirayakan kaum Syi’ah di Iran dan Irak. Dulu, Karbala dirayakan dengan tradisi melukai diri untuk mengenang pembunuhan terhadap Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad s.a.w. – sebuah lembaran hitam dalam sejarah syi’ar Islam. Sekarang, tradisi melukai diri itu telah dilarang karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama.

Di Tasikmalaya dan Garut, ada beberapa kelompok masyarakat yang juga merayakan tradisi 10 Muharram ini dengan bubur sura yang pada intinya terdiri atas bubur merah dan bubur putih yang masing-masing disimpan secara terpisah. Bubur merah dan bubur putih ini kemudian diusung ke masjid desa bersama hahampangan (berbagai makanan kecil) untuk disantap berjamaah.

Di Garut, beberapa orang tua menjadikan 10 Asyura untuk menabalkan nama anaknya yang baru lahir. Biasanya orang tua membawa si bayi ke masjid, kemudian memerkenalkan namanya kepada hadirin. Karena acara “perkenalan” ini memakai syarat bubur merah dan bubur putih, di masyarakat Sunda sering terdengar ungkapan: "Ngaran budak teh geus beunang ngabubur beureum ngabubur bodas." (Nama anak ini sudah dikuatkan dengan bubur merah dan bubur putih).

Sekali lagi, saya tidak ingin terjebak dalam wacana musyrik atau syirik yang acapkali mewarnai tradisi seperti ini. Seorang teman mengatakan kepada saya: “Yang dimaksud musyrik itu adalah bila kita menuhankan benda atau mahluk lain selain Allah s.w.t. Kalau Anda menuhankan jabatan dan kekuasaan, maka Anda musyrik. Bila Anda korupsi karena menuhankan uang, Anda juga musyrik.”

Bubur suro bukanlah sesajen! Lepas dari urusan keberagamaan, saya hanya ingin “membaca” bubur suro sebagai sebuah pusaka kuliner yang patut dilestarikan dalam konteks tradisi dan budaya. Banyak dari kita yang sudah lupa doktrin Trisakti yang dulu sering diucapkan Bung Karno, yaitu: berdaulat dalam politik, berswadaya dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Selamat Tahun Baru. Semoga lebih dari tahun-tahun sebelumnya, tahun yang akan datang ini juga membawa damai, kebahagiaan, dan kesejahteraan.

Rahayu, para sedulur.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com