Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (139): Do Nambar

Kompas.com - 13/02/2009, 07:59 WIB

Karena saya duduk di atas mesin di sebelah sopir, saya mendapat kesempatan langka untuk mengamati para penumpang perempuan di bus ini. Dalam hati saya sempat berpikir, sungguh susah hidup di sini, bahkan untuk duduk dalam bus saja banyak aturannya. Tetapi 20 menit kemudian, di bus yang sama, saya menemukan sebuah jawaban mengapa sistem ini ada di Pakistan.

Semua penumpang perempuan di bus ini berbusana Muslim. Tiga di antara mereka, hanya kelihatan matanya saja. Yang dua sisanya, seorang ibu 40 tahunan dengan seorang gadis yang mungkin putrinya, berkerudung. Di sini tidak ada pemandangan macam mahasiswi seni yang saya lihat di salah satu universitas di Lahore, gadis berpakaian celana jeans dan kaus ketat ditambah rambut panjang tergerai. Pakaian seperti itu naik bus seperti ini sama saja dengan cari masalah sendiri.

Tiba-tiba ibu yang berkerudung itu berteriak. Segala macam makian dan kata kotor terlontar dari mulutnya. Keributan langsung menjalar ke semua sudut bus yang penuh sesak ini. Para wanita bercadar lengkap pun ikut memaki dari balik baju hitam mereka.

Apa yang terjadi? Seorang penumpang pria yang duduk di belakang ibu yang berkerudung itu berusaha mengambil kesempatan mengelus rambut dan leher ibu itu. Saya heran, walaupun sudah tua dan terbalut kerudung seperti itu perempuan masih bisa menjadi sasaran pelecehan. Ibu-ibu terus mengomel. Umpatan dan caci maki adalah senjata utama perempuan di sini, karena mereka tak mungkin menempeleng atau adu jotos. Kondektur berusaha menenangkan penumpang lainnya. Pelaku sudah dipegang, langsung menjadi bahan hujatan seisi kendaraan.

“Bawa saja ke polisi,” kata seorang ibu yang terbungkus rapat dalam cadar, “di depan nanti ada pos polisi. Kita serahkan saja.”

Di Zero Point, titik awal kota Islamabad, bus berhenti di sebelah pos polisi lalu lintas. Kebetulan saya juga turun di sini. Kondektur langsung menyorong si pelaku turun, sambil berteriak ke arah polisi, “Ini, ada do nambar!!!”

Do nambar, secara harafiah berarti ‘nomor dua’, adalah slang bahasa Urdu untuk merujuk kualitas rendah. Barang impor dari China yang murah tapi mudah rusak disebut barang do nambar.. Yang disebut kaum do nambar di sini adalah pelaku zinah, peleceh seksual, dan homoseksual.

Pria do nambar itu berpakaian hitam-hitam. Wajahnya datar, entah takut entah pasrah menerima nasibnya. Ia langsung ditampari kawanan polisi di pinggir jalan raya, kemudian digiring ke pos polisi yang sempit itu, di mana beberapa polisi lainnya juga tampak senang mendapat mangsa di hari mereka yang membosankan ini. Terdengar suara tamparan berkali-kali. Pria itu berusaha melarikan diri, tetapi langsung disergap dan dipukuli lebih kejam lagi.

Di hari yang sama, saya berjumpa dengan mahasiswi Muslim Tionghoa asal Yunnan, China. Ia juga berjilbab. Tak seperti saya yang menikmati berkeliling Pakistan, si gadis hampir sama sekali tak pernah keluar dari kampusnya. “Lelaki sini tidak baik,” katanya dalam bahasa Mandarin.

Sebenarnya bukan hanya Pakistan saja yang punya tempat khusus bagi penumpang perempuan. Kereta komuter di India dan kereta api bawah tanah di Jepang juga punya. Di tengah penuh sesaknya penumpang, selalu ada manusia kualitas nomor dua yang mencari kesempatan.

 

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Malang Dreamland, Wisata Keluarga Favorit dengan Pemandangan Hijau

Malang Dreamland, Wisata Keluarga Favorit dengan Pemandangan Hijau

Jalan Jalan
WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

Hotel Story
Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com