“Tanpa cinta kasih penduduk desa ini, mustahil kami bisa bertahan lama di sini,” kata Anis, “mereka sangat bersahabat, dan membuat suasana menyenangkan bekerja di tempat ini.”
Sore hari, hujan sudah reda. Para sukarelawan keluar dari kemah, menikmati sinar mentari yang sudah lama absen. Bersama dengan penduduk desa, mereka bermain kriket.
Kriket adalah olah raga nasional di Pakistan. Tidak ada laki-laki yang tak bisa bermain. Tetapi bermain kriket di lereng gunung seperti ini memang bukan sekadar kriket. Seringkali bola terlempar jauh, terbang menyusuri punggung gunung jauh ke bawah sana. Para pemain bukan hanya menangkap bola, berlari, dan mengayun tongkat, tetapi harus ditambah melompat dan memanjat bukit untuk mencari bola yang terlempar ke luar lapangan. Karena teksturnya bergunung-gunung, sekali bola terlempar, bisa menyusuri lereng gunung dan melesat jauh sekali. Tak mudah memungutnya. Tugas ini dihibahkan kepada bocah-bocah desa belasan tahun yang ikut menonton.
Matahari semakin rendah, menyemburatkan jingga di langit biru. Puncak salju Nanga Parbat muncul dari persembunyiannya di balik awan.
Saya mulai mencintai Noraseri.
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!