Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (152): Terpenjara

Kompas.com - 04/03/2009, 07:46 WIB

           “Tujuh tahun penjara,” kata Yaqub, “masih termasuk ringan untuk kasus ini. Sayang sekali. Sayang sekali. Mereka masih begitu muda dan lugu. Mereka punya mimpi setinggi langit. Tetapi sayang, mengapa mereka harus lewat jalan yang salah?” Yaqub tak henti-hentinya menyesali sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lain lagi ceritanya dengan Muhammad Kasim, pemuda Gilgit umur duapuluhan tahun yang pernah dipenjara 13 hari karena kasus perkelahian. Kasim mengaku pernah ketemu kedua gadis itu. Di penjara ada larangan untuk mengobrol tentang sejarah kejahatan masing-masing narapidana, jadi Kassim tidak tahu-menahu tentang mengapa kedua gadis itu ada di sana.

          “Yang jelas, Christina manis sekali. Saya bahkan pernah bilang ‘I love you’ kepadanya,” Kasim tertawa bangga.

Saya melangkah ke penjara distrik Gilgit dengan membawa sekilo jeruk di tentengan. Letaknya dekat bandara, tersembunyi di dalam gang yang berbelok-belok seperti benang kusut.

Penjara, bagi orang Pakistan, bukan kata yang bagus. Semua yang berhubungan dengan ‘penjara’ sama jeleknya dengan narapidana. Perumahan di sekitar penjara, sipir, bahkan orang yang mengunjungi kerabat di penjara, semua dianggap sama dengan pelaku kejahatan. Orang di jalan yang semula ramah dan menawari saya meneguk secangkir teh, tiba-tiba langsung berubah raut mukanya begitu saya bertanya jalan menuju penjara. Jawabannya pun singkat dan seperlunya, “di sana!”

Setelah berputar-putar setengah jam, akhirnya saya sampai juga. Bentuknya mirip benteng bertembok tebal. Seorang penjaga menanyakan tujuan saya. “Ingin bertemu dua orang Indonesia bernama Maryam dan Christina,” saya menjawab dalam bahasa Urdu.

Penjaga itu segera berlari ke dalam untuk memanggil kedua gadis itu.

Saya menunggu di luar gerbang terali besi dengan penuh rasa cemas. Akankah Maryam dan Christina sudi bertemu saya? Satu menit, dua menit, lima menit, berlalu begitu saja.

Beberapa saat kemudian, polisi datang dengan seorang gadis mungil berkerudung. Wajahnya sangat Indonesia, sedikit bulat. Kulitnya sawo matang. Si gadis mengintip-intip ke arah gerbang sambil membungkuk-bungkukkan badannya, kemudian berteriak.

          “No. I don’t know him. I don’t know! You go! Go!”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com