Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (172): Bersanding

Kompas.com - 02/04/2009, 08:00 WIB

Wajah dulhan kembali dibungkus kain coklat, ditutup lagi dengan kain hitam. Ia dituntun berdiri, melangkah menyeret menuju mobil pengantin. Seorang saudara laki-laki dulhan mengangkat Quran yang dibungkus kain merah tepat di atas kepala dulhan. Inilah acara paling memilukan dalam rentetan acara ini. Isak tangis merebak.

Di Pakistan, di mana hubungan antara pria dan wanita begitu terbatas, tidak ada istilah acara cinta-mencinta sebelum perkawinan. Shadi adalah melepaskan seorang gadis, putri, saudara perempuan, adik yang terkasih, kepada keluarga lain. Entah kapan sang dulhan akan kembali lagi ke rumah orang tuanya. Air mata membanjiri pipi para wanita kerabat dulhan. Saudara pria menenangkan kaum wanita yang histeris. Seorang nenek bahkan sampai terjatuh pingsan saking sedihnya.

Saya ikut iring-iringan mobil barat, para kerabat dulha, yang kini boleh berbangga setelah memboyong sang dulhan. Kami menuju ke rumah pengantin laki-laki, yang kelak akan menjadi tempat tinggal dulhan seumur hayat.

Dulha duduk di samping dulhan di ruang tamu keluarga. Wajah dulhan masih terus menunduk. Tak pernah saya melihat pengantin perempuan tersenyum penuh riang dalam pernikahan di India dan Pakistan yang sempat saya hadiri. Saya jadi bisa membayangkan bagaimana sedihnya wajah Siti Nurbaya ketika dikawinkan dengan Datu Maringgih. Di Asia Selatan, justru perkawinan perjodohan keluarga seperti inilah yang dianggap terbaik.

Bungkusan Al Qur’an, yang sedari tadi selalu dipegang di atas kepala dulhan, dibuka. Para wanita keluarga dulha membalik-balik halaman kitab suci itu, meminta sang dulhan membaca beberapa ayat.

Acara penghargaan bagi mempelai dimulai. Satu demi satu anggota keluarga dulha, dimulai dari ayah dan ibu, kemudian paman bibi yang jumlahnya lusinan, kawan-kawan, rekan kerja, memberikan hadiah bagi sang pengantin pria. Ada yang mengalungkan kalung besar dari uang kertas. Ada yang menyematkan uang. Tetapi banyak yang hanya menyuapkan manisan ke mulut sang dulha. Setelah berapa puluh kali disuapi manisan yang gulanya minta ampun banyaknya, pengantin pria pun kewalahan. “Sudah, cukup manisannya,” katanya terengah-engah.

Bagian akhir dari shadi adalah ketika mempelai wanita dibawa ke kamar pengantin. Acara ini juga penuh tawa dan canda. Sanak saudara dulha memblokir pintu menuju kamar pengantin, melarang dulha dan dulhan semudah itu bersanding di ranjang pengantin. Sekali lagi, pengantin harus merogoh kocek dalam-dalam, membagi-bagi uang, untuk membuka jalan.

Akhirnya..., mereka pun berhasil masuk kamar pengantin. Sebuah kasur empuk yang dihiasi dengan kerlap-kerlip kertas plastik dan bunga-bungaan sudah menanti. Apa yang terjadi berikutnya? Tak perlulah saya tulis di sini.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com