Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (187): Minoritas

Kompas.com - 23/04/2009, 08:37 WIB

          “Kami ini selalu dianggap orang asing di Pakistan walaupun kami semua adalah warga negara ini,” keluh Pastor, “Bukan hanya kejadian ini saja. Terlalu banyak hukum yang diskriminatif atas dasar perbedaan agama. Kami tidak memilik kebebasan. Kalau bukan pemerintah kami sendiri yang melindungi kami, lalu siapa lagi?”

Hingga hari ini, gereja selalu sepi jemaat.

Umat Kristen di Pakistan berjumlah lebih dari dua juta jiwa. Komposisi Protestan dan Katolik hampir sama. Sejak kejadian penembakan di Bahawalpur yang langsung menjadi sorotan dunia, rentetan serangan terhadap umat Nasrani semakin tinggi frekuensinya, seringkali karena provokasi. Berita terakhir yang saya baca adalah tentang kerusuhan besar di Sangla Hill yang melibatkan ribuan orang merusak semua gereja di kota itu, hanya karena beredar rumor seseorang menyobek Qur’an.

Saya merasakan trauma dan keputusasaan ketika mengunjungi perkampungan kumuh Bhatta 2, yang mayoritas dihuni umat Kristen. Di negeri ini, umat Nasrani identik dengan perkampungan kumuh dan pekerjaan ‘rendah’ seperti tukang sapu atau pembersih jalan.

Mengapa umat Kristen di sini sangat miskin walaupun umumnya kualitas pendidikan di sekolah Kristen sangat bagus? Aidin, seorang kawan Muslim, menduga bahwa keterbelakangan ini gara-gara kebiasaan umat Kristen minum minuman keras. Bukan hanya minum, orang Kristen juga memproduksi dan berdagang arak. Satu kantung kecil harganya seratus Rupee, dibuat sembunyi-sembunyi di balik tembok rumah sederhana di perkampungan kumuh ini.

Pervez Masih, pria Kristen berusia 34 tahun, mengantar saya berkeliling perkampungan. Rumah buruk rupa berbaris rapi sepanjang jalan lurus. Bau teramat busuk menyebar dari genangan air pekat yang berasal dari selokan yang buntu. Sampah berserakan di jalan.

          “Sudah ratusan jurnalis asing datang ke tempat ini,” kata Pervez, “apalagi sejak jatuhnya pesawat Presiden Zia-ul-Haq di bukit belakang sana.”

Presiden Zia, menggantikan Zulfiqar Ali Bhutto melalui kudeta dan menggantungnya, kemudian menerapkan Shariah ketat di Pakistan, tewas dalam kecelakaan itu. Tak jauh dari perkampungan ada tanah makam. Di sini banyak kuburan kuno yang usianya lebih dari 200 tahun, termasuk makam misionaris Eropa yang membawa agama Kristen ke sini.

           “Dua ratus tahun lalu,” lanjut Pervez, “seluruh daerah ini adalah hutan lebat yang tidak dihuni manusia. Baru sekitar 40 hingga 50 tahun semua orang di kompleks ini menganut agama Kristen.”

Pervez membawa saya mengunjungi sebuah gereja Katolik di dalam perkampungan. Kosong melompong. Tak ada bangku sama sekali. Altarnya cuma meja berbalut taplak putih, dihiasi salib kecil, dan sebuah gambar Maryam. Anak-anak kecil berkalung salib berebutan minta difoto dalam gereja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com