Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makin Banyak Arsitek Contek Gaya Barat

Kompas.com - 08/06/2009, 16:19 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Pakar tata kota Prof Eko Budihardjo menilai, semakin banyak arsitek Tanah Air mencontek gaya bangunan dari luar negeri, terutama Barat, sehingga keunikan arsitektur lokal makin tersisih.

"Iklim, budaya dan tatanan sosial kita sangat berbeda dengan Barat. Mengapa kita tidak lebih banyak mengangkat keunikan dan kekayaan arsitektur lokal," katanya di Semarang, Minggu (7/6).
   
Eko mengungkapkan kerisauannya tersebut menjelang purnatugas sebagai pegawai negeri sipil pada jurusan arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Untuk menyambut purnatugas Eko, di kampus universitas itu di Tembalang pada Selasa dijadwalkan diskusi bertajuk "Arsitek Sastra-Matra" dan baca puisi serta pergelaran seni.

Ia menyebutkan, bangunan Grand Indonesia, Plasa Senayan dan bangunan modern lain di perkotaan, misalnya, tidak memasukkan sentuhan asritektur lokal dan sangat boros energi, sebab suhu ruangan hanya mengandalkan pengatur suhu udara.

Bangunan di gugus perumahan, kata mantan Rektor Universitas Diponegoro itu, juga sama, karena meniru gaya arsitektur dari luar, yang iklim, keadaan masyarakat dan budayanya sangat berbeda.

Menurut dia, arsitektur lokal, seperti, joglo, limasan, dan rumah gadang, sangat pas untuk bangunan rumah di daerah tropika, karena memberi cukup pertukaran udara.

"Kompleks perumahan mewah ’real estate’ secara fisik mewah, tapi secara sosial sangat kumuh, karena penghuninya tidak mengenal tetangga dekat dan tidak ada ruang terbuka untuk sosialisasi," katanya.

Ia memberi contoh, dalam banyak bangunan bergaya Barat jarang ditemui teras, padahal, dari ruang terbuka di bagian depan rumah itu, penghuninya bisa saling bersapa dengan tetangganya.

Bangunan modern, yang mengabaikan keunikan dan kekayaan lokal, kata Eko, menyebabkan kohesi sosial antarpenghuninya sangat lemah. Di pasar tradisional, katanya, pembeli dan penjual bisa saling bertegur-sapa dan warga di perkampungan juga bisa saling berbagi.

Bangunan rumah bergaya Barat juga tidak cukup menyediakan ruang terbuka untuk mengalirnya angin dan udara dari luar. "Membangun mal atau rumah mewah memberi imbalan besar bagi arsitek, tapi arsitek harus memahami bahwa di balik bangunan ada persoalan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat," katanya.

Eko mengingatkan arsitek tidak melacurkan profesinya dengan menutup mata atas masalah sosial, budaya dan ekonomi, yang mencuat akibat bangunan baru berdiri. Menurut dia, wajah perkotaan di Indonesia bersifat mendua, yakni mewakili modernitas dan tradisional, namun yang modern tidak boleh menghancurkan yang tradisional.

"Pertumbuhan berlanjut mal, ’department store’ dan ’hypermarket’ membahayakan toko kecil dan pedagang kakilima. Toko kecil dan pedagang kakilima kalah bila modal besar itu, yang diperoleh dari utang, dibiarkan tanpa kendali dari pemerintah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taman Air Tlatar Boyolali: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Taman Air Tlatar Boyolali: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Jalan Jalan
10 Destinasi Wisata Global Paling Menarik Selama Setahun, Ada Bali

10 Destinasi Wisata Global Paling Menarik Selama Setahun, Ada Bali

Travel Update
4 Tips Hindari Lelah karena Cuaca Panas Saat Mendaki

4 Tips Hindari Lelah karena Cuaca Panas Saat Mendaki

Travel Tips
65 Persen Turis Indonesia Gemar Belanja Saat Berlibur ke Luar Negeri

65 Persen Turis Indonesia Gemar Belanja Saat Berlibur ke Luar Negeri

Travel Update
5 Destinasi Wisata di Asia Pasifik Paling Populer, Ada Indonesia

5 Destinasi Wisata di Asia Pasifik Paling Populer, Ada Indonesia

Travel Update
Minimarket dengan Panorama Gunung Fuji di Jepang Akan Dipasang Layar Gelap pada 21 Mei 2024

Minimarket dengan Panorama Gunung Fuji di Jepang Akan Dipasang Layar Gelap pada 21 Mei 2024

Travel Update
Mampir ke Galeri K-Pop di Seoul, Bisa Foto-foto ala Video Klip

Mampir ke Galeri K-Pop di Seoul, Bisa Foto-foto ala Video Klip

Jalan Jalan
Syarat Mendaki Gunung Fuji di Jepang Tahun 2024, Bayar Rp 206.000

Syarat Mendaki Gunung Fuji di Jepang Tahun 2024, Bayar Rp 206.000

Travel Update
10 Bandara Terbersih 2024, Tokyo Masih Memimpin

10 Bandara Terbersih 2024, Tokyo Masih Memimpin

Travel Update
Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Travel Update
5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

Jalan Jalan
5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

Hotel Story
Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Jalan Jalan
5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

Travel Tips
Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com