Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tujuh Keajaiban Dunia Itu Terancam...

Kompas.com - 17/07/2009, 04:09 WIB

Oleh Frans Sarong

Taman Nasional Komodo kini sedang dalam seleksi ketat menuju tujuh keajaiban dunia (7 wonders of nature). Namun, penambangan emas yang dilakukan di luar kawasan inti Taman Nasional Komodo mengancam status itu.

Bepergian dengan speedboat atau perahu motor cepat dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo bukanlah perjalanan teduh. Lebih dari separuh perjalanan selama lebih kurang dua jam selalu dengan guncangan mendebarkan karena harus menembus arus ganas tak terarah yang lazim disebut kala kala. Kunjungan itu pun sempat dilanda kekecewaan karena nyaris gagal menyaksikan binatang purba komodo langsung di habitatnya.

”Perairan sekitar ini arusnya sering sangat ganas. Arahnya tak tentu, seperti guncangan air dalam baskom, sehingga speedboat harus pelan agar tidak lepas kendali,” tutur Harris, nakhoda speedboat, setelah satu jam perjalanan.

Labuan Bajo di daratan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah kota Kabupaten Manggarai Barat, yang sekaligus merupakan gerbang masuk ke Taman Nasional Komodo. Sementara komodo adalah binatang purba yang masih bertahan hidup di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, dua dari 61 pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

Setiba di Pulau Komodo, seorang pria bernama Hanmor (29) mendekat dengan tongkat bercabang dua pada ujungnya. ”Ini namanya wali kukun, yakni tongkat yang berfungsi khusus menghalau ora atau komodo,” papar Hanmor yang selanjutnya memandu Kompas bersama tim dari PT Putri Naga Komodo (PNK)—mitra Balai Taman Nasional Komodo—menyusuri semak, padang savana, dan kawasan hutan sekitarnya.

Sambil mengingatkan pengunjung agar bersikap tenang bila menjumpai komodo, Hanmor selalu berpandangan awas menembus semak, celah batu, atau balutan savana yang mulai mengering, kalau-kalau komodo sedang berada di sana. Namun, dari penelusuran sekitar 2 kilometer hingga kembali ke Loh Liang, tidak berhasil dijumpai komodo.

Tentang ”menghilangnya” komodo dari kawasan sekitar Loh Liang itu, Hanmor yang asal Kampung Komodo—satu-satunya kampung penduduk di Pulau Komodo—mengakui kunjungan Kompas bersama tim dari PNK awal Juli lalu itu waktunya kurang pas untuk menyaksikan binatang langka tersebut di habitatnya.

Katanya, komodo, atau lazim disebut ora oleh warga setempat, sekarang sedang memasuki musim kawin, yang waktunya berlangsung antara Juli dan Agustus. Selama musim kawin, kawanan ora biasanya bertahan di dalam goa, lubang, atau liang.

Namun, kekecewaan yang sempat melanda pun terobati karena seekor komodo akhirnya dapat disaksikan di sekitar Kampung Komodo. Posisinya sedang berbaring malas di atas batu sekitar pantai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com