Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuliner Baru di Solo

Kompas.com - 15/01/2010, 14:10 WIB

Kehadiran dua restoran fine dining ini semakin melengkapi Solo sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia. Sayangnya, Kafe Solo yang mendahului zamannya (avant garde) telah hilang dari peta kuliner Solo. Semoga saja geliat baru wisata kuliner di Solo akan kembali membangkitkan Kafe Solo di dekat Pasar Kembang.

Peta kuliner baru

Dalam kunjungan terakhir ke Solo, saya juga menemukan banyak rumah makan dan restoran baru. Di sepanjang Jalan R.M. Said, misalnya, tampak beberapa rumah makan laris yang sebelumnya tidak pernah saya lihat. Salah satunya adalah Raja Kepiting. Sukses Raja Kepiting rupanya memicu lahirnya sebuah rumah makan seafood, tidak jauh dari Raja Kepiting.

Sekalipun Solo letaknya jauh dari laut, tetapi seafood ternyata merupakan makanan kegemaran. Di daerah Manahan dan sepanjang jalan utama (Jalan Slamet Riyadi), banyak terlihat tenda-tenda penjual makanan hasil laut gaya Lamongan. Rumah makan seafood yang paling terkenal di Solo adalah Mbak Mar.

Beberapa jenis ikan laut dan ikan darat sudah digoreng tiga-perempat matang, dan disajikan di meja dalam jumlah yang membuat orang ngiler. Setelah dipesan, ikan digoreng lagi sebelum disajikan. Bandeng, bawal, cumi, udang, lele, dan berbagai jenis seafood tidak henti-hentinya digoreng untuk melayani tamu yang antre.

Di “sektor” per-kepiting-an, ada Pak Petruk yang populer. Buka sore hari, Pak Petruk ramai dikunjungi pelanggannya. Raja Kepiting memasuki “sektor” ini dengan penampilan yang lebih bergaya Jakarta – dengan penataan tempat yang lebih berkelas menengah. Sajiannya pun lebih beragam, dengan menampilkan berbagai menu Tionghoa halal.

Berbagai masakan kepitingnya setara dengan rumah-rumah makan sejenis di Jakarta. Yang paling istimewa dan unik di Raja Kepiting, menurut saya, adalah sriping goreng. Sriping adalah scallop, digoreng dengan setengah cangkangnya. Empuk-empuk gurih! Mak nyuss! Tiada dua.

Satu lagi yang baru di Solo adalah hadirnya beberapa cafe yang berjualan kopi model waralaba Starbucks. Semula saya heran ketika beberapa tahun melihat sebuah gerai serupa di dekat Manahan. Solo ‘kan tempatnya wedangan lesehan yang populer dengan sebutan hik. Apa mungkin cafe yang berjualan “wedang” akan laku?

Ternyata, karena hik hanya buka malam hari, maka ada celah yang harus diisi di siang hari. Peningkatan kesejahteraan juga membuka peluang untuk tempat “ngopi” yang lebih nyaman. Sekarang, menurut hitungan saya, sudah ada 16 cafe serupa (di luar Starbucks dan Coffee Bean) di seluruh penjuru Solo. Ini agaknya seirama dengan munculnya kopitiam (warung kopi gaya peranakan) di sekitar Jakarta. Sekarang, bahkan Killiney Kopitiam dari Singapura pun sudah hadir di Jakarta, setelah didahului oleh versi lokal seperti Lau’s Kopitiam, Kopi Lay, Kopitiam Oey, Kopitiam Auntie Lie, dan lain-lain.

Solo adalah gudangnya ayam goreng. Mulai ayam goreng Madukoro, Adem Ayem, Bu Better, Kleco, dan lain-lain. Bahkan ayam goreng dari penjual jongkok di Pasar Gede Harjonagoro saja enaknya bukan kepalang. Di Jalan Honggowongso, belum lama ini mulai hadir sebuah rumah makan baru dengan papan nama Dapur Sreng. Sreng adalah bunyi sesuatu yang digoreng, sehingga asosiasi kita pastilah langsung ke arah makanan gorengan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com