Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Matahari di Maninjau

Kompas.com - 23/03/2010, 22:17 WIB

Ini tarif untuk warga Pakan Ahad, Data Monti, Data Kociak, Data Buayan dan sekitarnya. Untuk wisatawan lokal Rp 5.000 dan turis mancanegara Rp 10.000 sekali jalan. ”Kalau lebih tua turisnya lebih mahal lagi, soalnya yang tua-tua itu rata-rata kaya dan tak banyak cingsong,” ujar Rizal, tukang ojek kami.

Dari tempat kami berdiri menunggu ojek, entah kelokan ke berapa, permukaan Danau Maninjau sisi selatan tampak cantik dengan pulau kecilnya.

Setelah tukang ojek—Rizal–datang, yang kemudian kami bayar Rp 100 ribu, karena akhirnya mengantar kami sampai ke Puncak Lawang, perjalanan ke Sakura Hill diteruskan. Saya kebagian membawa motor sendiri, Ismu naik ojek, sesuai sopan santun Minang, tamu harus lebih dipentingkan, lagi pula bagi saya Ismu memang jauh lebih penting he he, tanpa foto-fotonya yang luar biasa dan berkategori art, buku yang sedang kami rancang tentang Maninjau bisa-bisa tak dapat sponsor.

Di pinggang bukit ternyata ada desa, namanya Data Monti. Penduduknya tidak banyak dan bersarung semua karena suhu udara agak dingin atau mungkin mereka ingin melamar jadi figuran di film ‘Perempuan Berkalung Sarung’, au’ ah.

Dari Data Monti, jalan menghilang. Maksud saya berubah menjadi jalan beton pecah, penuh perangkap lubang yang dalam di sana sini, yang tersembunyi rapat di balik ilalang tinggi. Jadi kami jalan meraba-raba, berpedoman pada bekas jalan setapak di bawah telapak kaki. “Dulu jalan ini bagus, dibeton, karena banyak turis ke Sakura Hill, tapi sekarang tidak tahu kenapa tak ada yang peduli lagi,” kata Rizal.

Hampir sejam terantuk-antuk dalam belukar, Ismu bahkan sempat terperosok lubang beberapa kali, dan ditindih motor, akhirnya dataran terkenal itu kami capai juga. Selain pemandangan yang memang sedikit beda bila dipandang dari Ambun Pagi atau Kelok 44, tempat itu biasa saja. Hanya dataran rumput seluas 4 x 4 meter persegi dengan sebuah batu besar di tengahnya. Benar-benar biasa saja!

“Dulu ada gazebo serta orang jual makanan dan minuman di sini, sekarang tidak ada lagi, karena turis juga sudah jarang,” kata Rizal. Lagi-lagi dulu! Kami kesal karena matahari belum juga muncul. Kabut asap dari Riau menyembunyikannya entah di mana...

Turunan Maut

Tadinya kami mengira jalan buruk dan penderitaan lutut sudah berakhir, tapi turunan sesudah Sakura Hill membuat jantung terasa copot, karena sangat curam. Motor sampai harus diluncurkan lebih dulu sebelum kami sendiri memperosotkan diri. Mungkin kecuramannya mencapai 75 derajat. Yang jelas dengkul, pinggul dan punggung kami lecet-lecet dibaret batu-batu tajam di kecuraman yang tadinya badan jalan itu.

Selanjutnya kami masih harus berjuang sekitar satu setengah jam lagi melewati Data Kociak dan Data Buayan—yang pendakian dan penurunannya, serta tikungannya dan jurangnya tak kalah seram–sebelum akhirnya muncul di Puncak Lawang dan sampai sore menunggu matahari yang tak kunjung terlihat. Sebaliknya kami dikepung kabut tebal yang datang bergelombang. Kabut yang sarat oksigen dan kata orang sangat baik untuk mengencangkan kulit wajah, yang di Jakarta dan kota-kota besar lainnya banyak dijual dengan harga selangit dan dibeli kalangan the have.

Sekitar pukul 17.00 kami putuskan pulang, soalnya matahari mana lagi yang bisa diburu jam segitu? Mana kabut masih terus turun, jadi motor rental dikebut Ismu, kali ini melewati Kelok 44 yang jadi cemen setelah menghadapi jalur Sakura Hil tadi. Tubuh terasa pegal dan anggota badan ngilu di sana-sini.

Tapi di situlah asyiknya wisata petualangan. Senangnya baru terasa setelah pulang dan mandi berendam air panas di bathtub hotel. Rasanya sungguh segaaaaaar.... (Imranrusli)

 

Artikel lainnya bisa dilihat di http://wisata.kompasiana.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com