Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bromo Memang Indah...

Kompas.com - 24/03/2010, 15:20 WIB

KOMPAS.com - Bromo itu katanya memiliki pemandangan yang indah. Menikmati saat-saat matahari terbit di Bromo itu katanya sangat menarik. Di sana untuk menuju ke puncak katanya harus melewati padang pasir yang cukup luas. Namun katanya segala capek, lelah bakal terbayar ketika sudah sampai puncak. Dan selama bertahun-tahun masih ada rentetan “katanya” yang menjejali pikiran saya ketika nama Gunung Bromo disebut. Hingga kesempatan itu tiba.

Jelang siang hari di awal tahun 2010 saya memulai perjalanan saya menuju Bromo. Saya tidak sendirian. Ada 3 orang rekan lain yang hendak menghabiskan liburan awal tahun di sana. Namun karena lokasi tempat tinggal yang berbeda kami menetukan titik poin dimana bakal bertemu. Meskipun sebenarnya satu arah. Saya memulai perjalanan dari kota Tulungagung sedangkan ketiga orang rekan memulai perjalanan dari Yogyakarta. Titik pertemuan yang kami sepakati adalah pertigaan Brakan di daerah Kertosono. Di sinilah pertemuan jalur dari Selatan dan Barat.

Ini adalah perjalanan pertama saya ke Bromo. Mengingat keterbatasan informasi dan khususnya waktu maka kami memutuskan memakai jasa agen wisata perjalanan. Meskipun sebenarnya ada untung ruginya menggunakan jasa ini. Tiga orang rekan saya mulai berangkat dari Yogyakarta pukul 8 pagi. Jika tak ada halangan yang berarti pukul 2 siang sudah tiba di Kertosono. Dari perhitungan itu saya memutuskan berangkat pada tengah hari sehingga sebelum pukul 2 siang sudah tiba di titik pertemuan.

Sebuah bus antar kota dalam provinsi jurusan Surabaya mengantar perjalanan saya. Dalam kondisi normal perjalanan dari Tulungagung menuju Kertosono memakan waktu kurang dari 2 jam. Bus melaju melewati jalan dalam kota dan berbelok ke arah Utara menuju kota Kediri. Ketika sudah masuk jalanan inilah bus biasanya melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Melewati Rumah Sakit Lama yang sekarang menjadi kantor Dinas Kesehatan Tulungagung, Rumah Tahanan, Stadion Rejoagung, dan terus melaju melewati jembatan Ngujang. Ngujang merupakan lokasi yang cukup familiar bagi warga Tulungagung dan sekitarnya. Ada banyak hal yang terkait dengan tempat ini mulai dari kuburan cina, lokalisasi kelas teri hingga keberadaan kawanan monyet yang konon katanya jadi-jadian. Di tempat inilah terkadang ada masyarakat yang melakukan ritual-ritual berharap kemakmuran atau kejayaan dengan cara instan.

Bus terus melaju melewati rute kecamatan Ngantru, Kecamatan Kras, Kecamatan Ngadiluwih hingga memasuki terminal kota Kediri. Di jalan raya menuju terminal ini di sebelah kanan sebelum jembatan tepatnya di perempatan alun-alun Kota Tahu ini bisa kita jumpai Masjid Agung Kediri. Mengenai masjid ada fakta yang menarik di kota ini. Kebanyakan masjid-masjid di sini memiliki menara yang menjulang tinggi. Bus tak lama singgah di terminal dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Surabaya.

Perjalanan dari terminal Kediri menuju Kertosono tak butuh waktu banyak. Sekitar setengah jam ternyata saya sudah tiba di Kertosono. Total waktu perjalanan saya tak lebih dari satu setengah jam. Berarti saya datang jauh lebih cepat dari prediksi. Hingga saya pun memanfaatkan waktu untuk istirahat dan menjalankan sholat.

Di sebuah warung di pinggir jalan saya menikmati secangkir kopi panas dan tape goreng. Hari terasa cukup panas meskipun awan hitam mulai menyelimuti. Tentu saja saya berharap meski sore hari cuaca buruk esok pagi cuaca cerah. Sehingga saya bisa mendapatkan foto-foto yang menarik.

Menunggu itu memang membosankan. Ternyata travel yang membawa ketiga orang rekan saya belum datang juga. Saya pun melepas kebosanan berteduh di pinggir mushola sambil berbincang dengan seorang penjual bakso. Ternyata ada banyak hal yang saya dapatkan.

Tak terasa waktu terus berjalan dan kendaraan yang membawa ketiga rekan saya tiba. Ternyata selain 3 orang rekan saya ada 3 orang lagi. Mereka ada seorang ibu muda dengan kedua putrinya. Kami pun melanjutkan perjalanan meski kendaraan sempat berhenti. Kami harus naik mobil lainnya.

Sore perlahan mulai berganti malam. Kendaraan terus melaju diantara jalanan yang diguyur hujan. Kami melintasi Jombang, Mojokerto, Pasuruan hingga nantinya menuju Probolinggo. Ketika kendaraan membelah kota Jombang di kanan kiri sepanjang jalan nampak bendera merah putih dipasang setengah tiang. Dua hari lalu jelang tahun baru seorang putra bangsa terbaik yang pernah dilahirkan di Jombang berpulang.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com