Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dalam Sepotong Tahu

Kompas.com - 29/03/2010, 16:05 WIB

Keistimewaan rasa tahu Boen Keng juga diakui Tati, salah seorang warga Bandung yang selalu singgah ke rumah makan tersebut setiap berkunjung ke Sumedang. ”Tahu Boen Keng tidak terasa asam seperti tahu sumedang di tempat lain,” kata Tati.

Di rumah makan ini, tahu disantap dalam keadaan hangat bersama lontong ukuran mini dan sambal cocol yang terbuat dari campuran cabai rawit, tomat, dan taoco. Untuk pembeli yang gemar rasa pedas, mereka tinggal menambahkan cabai rawit segar yang selalu tersedia di meja. Rumah makan itu juga menyediakan menu lain, seperti ayam goreng dan nasi goreng. Namun, orang datang ke rumah makan itu umumnya mencari tahu, bukan ayam.

Suriadi, pemilik rumah makan Boen Keng, mengatakan, tahunya menggunakan kedelai pilihan sehingga rasanya lebih gurih. ”Kami juga tidak menggunakan bahan pengawet sehingga saya jamin semua tahu yang dijual di sini segar,” katanya.

Untuk meyakinkan pembeli, Suriadi memasang tulisan besar-besar di rumah makannya: ”Tanpa Bahan Pengawet”.

”Lagi pula, untuk apa pakai bahan pengawet karena tahu buatan kami selalu ludes terjual dalam sehari,” lanjutnya.

Dia menjelaskan, dalam sehari, pabrik tahunya menghabiskan 1-2 kuintal kacang kedelai. Di akhir pekan, pabriknya menghabiskan 3-4 kuintal kacang kedelai. Pembuatan tahu dilakukan sejak pukul 05.00 hingga 16.00 setiap hari. Suriadi mengawasi langsung setiap proses pembuatan tahu, seperti yang dilakukannya saat kami berkunjung.

Proses pembuatan tahu dimulai dengan merendam kedelai selama 4-6 jam. Kedelai kemudian dicuci, lalu digiling. Kedelai yang telah digiling direbus dan disaring. Setelah proses penyaringan inilah, kedelai giling tadi dibagi dua. Bagian yang mengendap dipisahkan. Bagian ini yang nantinya bakal menjadi tahu.

Bagian lainnya yang disebut cuka tahu dipisahkan dan disimpan untuk digunakan sebagai bahan campuran pada proses perebusan berikutnya.

Proses pembuatan di tempat itu, kata Suriadi, dari dulu hingga sekarang tidak berubah. Semua masih dikerjakan secara tradisional dan mengandalkan tenaga manusia. ”Yang berbeda paling sekarang kami menggunakan dinamo (mesin) untuk menggiling tahu,” tutur Suriadi.

Suriadi, yang merupakan generasi keempat pembuat tahu Boen Keng, mengatakan, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak pembuat tahu sumedang di kota itu. Kehadiran mereka sedikit banyak berpengaruh pada penjualan tahu Boen Keng. ”Tapi, kami tetap bisa bertahan sampai sekarang,” katanya.

Begitulah, di balik gurihnya tahu Boen Keng, ada etos kerja, keuletan, dan kesetiaan pembuatnya. Inilah yang membuat tahu Boen Keng bertahan sepanjang empat generasi. (IYA/MYR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com