Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Ikan Paus Berkelahi Punggung Udang Meledak

Kompas.com - 26/05/2010, 03:42 WIB

RENE L PATTIRADJAWANE

Semenanjung Korea mulai bergolak ketika Korea Selatan pekan lalu menuding pihak Korea Utara, dua seteru sisa Perang Dingin, menjadi penyebab terbelah dua dan tenggelamnya korvet Cheonan—kapal perang pemburu dan perusak—dan menyebabkan 46 orang awaknya tewas.

Cheonan kelas Pohang diyakini ditorpedo kapal selam Korut di perairan dekat Pulau Baengnyeong. Insiden ini dipastikan akan menjadi pemicu konflik terbuka bila Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi memberikan sanksi kepada Korut yang mengatakan akan membalas aksi unilateral yang dipelopori AS, Jepang, dan Korsel ini.

Ada beberapa faktor menarik dari insiden Cheonan ini. Peristiwanya sendiri berlangsung pada akhir bulan Maret, dibutuhkan waktu dua bulan untuk menuding Korut berada di belakang tenggelamnya korvet Korsel ini.

Faktor lain, penyelidikan melibatkan ahli dari AS, Inggris, Australia, dan Swedia yang semuanya mewakili kepentingan negara Barat, tetapi tidak mengajak China, yang berpengaruh terhadap Korut dan menjadikan Semenanjung Korea sebagai lebensraum agar pembangunan nasional tak terganggu.

Faktor paling krusial adalah kalau betul Cheonan hancur ditorpedo Korut, keseluruhan doktrin perang laut mungkin perlu dikaji ulang. Laporan awal intelijen Korsel menyebutkan tidak mendeteksi aktivitas kapal selam Korut saat insiden. Cheonan sendiri memiliki peralatan deteksi canggih sebagai korvet pemburu yang mampu mendeteksi ancaman kapal selam.

Pertanyaannya, kalau memang torpedo berasal dari kapal selam Korut, kenapa tidak terdeteksi di sonar Cheonan atau oleh perangkat satelit intelijen Korsel dan AS? Insiden Cheonan ini menyisakan beberapa hal. Pertama, melemahnya sistem pertahanan yang dikembangkan Korsel, termasuk pihak AS yang memiliki kekuatan personel militer di sana.

Atau, kedua, terjadi insubordinasi di Angkatan Laut Korut yang menjalankan uji coba kapal selam jenis baru yang belum terdeteksi oleh pihak intelijen Korsel dan AS. Ini menjelaskan alasan di balik kunjungan Kim Jong Il ke Beijing dan pernyataan Beijing menyayangkan terjadinya insiden tersebut.

Insiden Cheonan mirip dengan insiden kapal perusak Angkatan Laut AS, USS Maddox, di Teluk Tonkin. Pada 2 Agustus 1964, Washington mengumumkan, ada tiga kapal torpedo Vietnam yang memprovokasi dan menyerang USS Maddox dan insiden Teluk Tonkin ini menyebabkan Presiden AS Lyndon B Johnson mendapat dukungan Kongres AS untuk meningkatkan intervensi militer AS di Vietnam.

Tahun 1971, harian AS New York Times menulis sebuah laporan rahasia Pentagon yang menyebutkan, insiden Teluk Tonkin adalah palsu untuk memberikan jalan bagi terjadinya eskalasi intervensi militer AS.

Tidak lama setelah pengumuman penyebab tenggelamnya Cheonan, Menlu AS Hillary Clinton segera terbang ke Jepang, China, dan Korsel untuk mencari dukungan agar Korut dikenai sanksi internasional melalui resolusi Dewan Keamanan PBB. Sanksi ini menjadi amunisi baru bagi AS memaksa Korut kembali ke meja perundingan untuk membahas masalah persenjataan nuklir yang dimilikinya.

Dan, relik Perang Dingin di Semenanjung Korea kembali bergerak ke pola lama, dimulai dengan ancaman program persenjataan nuklir Korut, potensi konsekuensi stabilitas kawasan Asia dan kebijakan luar negeri AS untuk bisa bercokol di Asia, hingga dampak yang ditimbulkan atas upaya rekonsiliasi inter-Korea.

Dua Korea yang saling berseteru ini pun akan kembali terjepit di antara kekuatan adidaya, baik China, AS, maupun Jepang. Dan, ini kembali tergambarkan dalam pepatah lama Korea, gorae ssaum ae saewoodung tuhjinda. Dalam perkelahian dua ikan paus, punggung seekor udang meledak. Dan, dua Korea adalah udang yang siap meledak kapan saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com